BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
belakang
Angka kematian ibu di dunia
berdasarkan data WHO tahun 2003 didapatkan bahwa dalam setiap menit seorang
perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan proses kehamilan dan
persalinannya. Partus lama rata-rata di dunia menyebabkan kematian ibu
sebesar 8 % dan di Indonesia sebesar 9 %. Kejadian partus lama di RSIA
Siti Fatimah untuk Tahun 2006 adalah 74 kasus dari 2552 persalinan yaitu
sekitar 2,89% dari seluruh persalinan.Penelitian yang dilakukan Soekiman di RS
Mangkuyudan di Yogyakarta didapatkan bahwa dari 3005 kasus partus lama, terjadi
kematian pada bayi sebanyak 16,4% (50 bayi), sedangkan pada ibu didapatkan 4
kematian, 17 perdarahan, 1 robekan portio dan robekan perineum subtotal.
Mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kejadian partus lama pada
ibu dan janin maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui beberapa faktor
risiko kejadian partus lama. (http://www.infokeperawatan.com/id/partus-lama-menurut-who.html.Diakses pada tanggal 28-10-2011 pukul 28-11-2011 pukul 13.05
WIB )
Angka kematian ibu melahirkan
di Indonesia saat ini tergolong masih tinggi yaitu mencapai 228 per 100.000
kelahiran berdasarkan hasil survei demografi kesehatan Indonesia (SDKI) pada
tahun 2007. Angka 300 per 100.000 kelahiran pada tahun 2004. Kasus kematian ibu
melahirkan di Indonesia masih tergolong cukup tinggi. Padahal berdasarkan
Sasaran Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goal (MDG), kematian
ibu melahirkan ditetapkan pada angka 103 per 100.000 kelahiran.
Berdasarkan data hasil survei
UNFPA dan BPS (Badan Pusat Statistik) 2005, AKI Sumsel mencapai 467 per 100
ribu kelahiran hidup. Angka ini masih berada jauh di atas target Indonesia
Sehat 2010 dan Sumsel Sehat 2008 yang menargetkan penurunan AKI menjadi 175 per
100.000 kelahiran hidup.
Angka kematian ibu (AKI) di
Provinsi Sumatera Selatan masih tinggi. Pada 2005 lalu, AKI Sumsel melebihi AKI
nasional yang hanya 307 per 100.000 kelahiran hidup (data2004).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada
usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit.
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu belum dikatakan inpartu bila kontraksi uterus
tidak mengakibatkan perubahan serviks.
Oksitosin memainkan
peran penting pada siklus reproduksi wanita. Selama menstruasi oksitosin
bertanggung jawab untuk menyebabkan kontraksi uterus yang mengarah pada
pelepasan dan pengeluaran dari lapisan rahim. Dan inilah kemampuan untuk
menyebabkan kontraksi uterus yang membuat oksitosin menjadi hormon yang sangat
penting perannya pada saat melahirkan, karena hormon ini memainkan peranan
penting dalam memicu dan mengatur kontraksi selama persalinan. (Rahardjo, 2009).
Cara
kerja oksitosin adalah menyebabkan kontraksi otot polos uterus sehingga
digunakan dalam dosis farmakologik untuk menginduksi persalinan. Sebelum bayi
lahir pada proses persalinan yang timbul spontan ternyata rahim sangat peka
terhadap oksitosin Dengan dosis beberapa miliunit permenit intra vena.Pemakaian
pompa infus dianjurkan untuk pemberian oksitosin melalui intavena. Oksitosin
bekerja satu menit setelah pemberian intravena, peningkatan kontaksi uterus
dimulai segera setelah setelah pemberian. Waktu p[aruh oksitosin diperkirakan
berkisar 1-20 menit bahkan apabila oksitosin diberikan intravena maka waktu
paruhnya sangat pendek yaitu diperkirakan 3 menit. (Rahajdo, 2009)
Oksitosin
dapat berpengaruh pada kontraksi uterus karena pengaruh oksitosin (hormon yang
dilepaskan oleh kelenjar hipofisa dan menyebabkan kontraksi rahim selama
persalinan). Persalinan biasanya berlangsung selama tidak lebih dari 12-14 jam
(pada kehamilan pertama) dan pada kehamilan berikutnya cenderung lebih singkat
6-8 jam.
Oksitosin dapat berpengaruh pada saat
proses persalinan dimana oksitosin merangsang kontraksi otot uterus dengan
ritme tertentu bergantung pada besarnya dosis yang diberikan. Kerja oksitosin
pada uteri ini juga dipengaruhi oleh adanya hormon estrogen dan progesteron. (Rahajdo,
2009)
Di Indonesia
pelaksanaan induksi didasarkan pada scoring yang sedikit berbeda, ketentuan
penilaian menurut Saifuddin (2002) jika pembukaan ≥ 6, induksi cukup dilakukan
dengan oksitosin sedangkan jika pembukaan ≤ 5, perlu dilakukan pemetangan
serviks terdebih dahulu dengan pemberian prostaglandin atau pemasangan foley
kateter.
Melihat pentingnya pananganan
persalinan kala II lama menuntut keterampilan yang memadai petugas kesehatan
yang akan menolong persalinan tersebut. Maka peneliti tertarik untuk meneliti
gambaran Pemberian Oksitosin Intramusculer Ibu Bersalin normal Multigravida
pada fase aktif.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti dapat
merumuskan masalah dalam penelitian, sebagai berikut “ Bagaimana Gambaran
Pemberian Okitosin intramuscular terhadap frekuensi his, durasi his, lama proses
persalinan pada ibu bersalin normal
multigravida pada fase aktif Di Rumah Bersalin UMMI Tahun 2012.”
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana
gambaran frekuensi his pada ibu
Multigravida di Rumah Bersalin UMMI.
2. Bagaimana gambaran durasi his ibu
Multigravida di Rumah Bersalin UMMI.
3. Bagaimana
gambaran lama persalinan persalinan pada ibu Multigravida di Rumah
Bersalin UMMI.
1.4.
Tujuan Penelitian
1.4.1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran Pemberian Okitosin intramuscular terhadap
His, Penurunan Kepala, Kecepatan Proses Persalinan ibu bersalin normal
multigravida pada fase aktif di Rumah Bersalin UMMI.
1.4.2.
Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui gambaran his pada ibu bersalin normal multigravida dengan pemberian
oksitosin secara intramusculer pada fase aktif.
2. Untuk mengetahui gambaran durasai his pada ibu
bersalin normal multigravida dengan pemberian oksitosin secara intramuscular
pada Fase aktif.
3. Untuk
mengatahui gambaran lama persalinan normal pada ibu bersalin normal multigravida
dengan pemberian oksitosin secara intramuscular pada fase aktif.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini
diharapkan bermanfaat agar meningkatkan pemahaman bidan terhadap proses yang
terjadi pada ibu bersalin dengan oksitosin sehingga bidan atau tenaga kesehatan
mengetahui seberapa besar efektifitas pemberian oksitosin saat pelaksanaan
asuhan kebidanan kala II.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
2.1. Proses Persalinan Normal
1.
Definisi
Persalinan
Persalinan adalah proses
pengeluaran hasil konsepsi (janin) yang telah cukup bulan atau hidup di luar
kandungan melalui jalan lahir, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan
sendiri). (Manuaba,2005.)
Partus adalah suatu proses
pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke
dunia luar. ( Wiknjosatro, Gulardi JNPK-KR, 2006).
Persalinan
adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh
ibu, proses ini dimulai dengan kontrasepsi persalinan sejati yang ditandai oleh
perubahan progresif pada serviks dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Varney,
2008).
Dasar asuhan persalinan normal
adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir,
serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan,
hipotermia, dan aspeksia bayi baru lahir. (Wiknjosatro, Gulardi JNPK-KR, 2008).
Bentuk persalinan berdasarkan definisi
sebagai berikut :
1. Persalinan
Spontan
Bila persalinan seluruhnya dengan
kekuatan ibu sendiri.
2. Persalinan
Buatan
Bila
persalinan dengan bantuan kekuatan dari luar.
3. Persalinan
Anjuran
Bila kekuatan yang diperlakukan untuk
persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.
2. Sebab-sebab Mulainya Persalinan
Bagaimana terjadinya persalinan belum
diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berlaku
berkaitan dengan mulainya terjadi kekuatan his. Ada dua hormon yang dominan
mempengaruhi kehamilan, yaitu :
1. Estrogen
a. Meningkatkan
sensifitas otot rahim
b. Memudahkan
rangsangan dari luar seperti rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanik.
2. Progesteron
a. Menurunnya
sensifitas otot rahim
b. Memudahkan
rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin,
rangsangan mekanik.
c. Menyebabkan
otot rahim dan otot polos relaksasi.
Estrogen dan progesteron
terdapat dalam keseimbangan sehingga kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan
keseimbangan estrogen dan progesteron menyebabkan oksitosin dikeluarkan oleh
hipofisis parts posterior yang dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Broxton
hicks akan menjadi kekuatan dominan saat memulainya persalinan oleh karena itu
makin tua hamil, frekuensi kontraksi makin sering.
Oksitosin diduga bekerjasama atau melalui prostaglandin yang makin
meningkat mulai dari umur kehamilan minggu ke-15. Disamping itu faktor gizi ibu
hamil dan keregangan otot rahim memberikan pengaruh penting untuk dimulainya
kontraksi rahim.
Beberapa teori yang menyatakan
kemungkinan proses persalinan :
1. Teori
Keregangan
a. Otot
rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
b. Setelah
melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
c. Contohnya
pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu sehingga
menimbulkan proses persalinan.
2. Teori
Penurunan Progesteron
a. Proses
penurunan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi
penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan.
b. Produksi
progesteron mengalami penurunan sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap
oksitosin.
c. Akibatnya
otot rahim mulai kontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron
tertentu.
3. Teori
Oksitosin Internal
a. Perubahan
keseimbangan produksi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat
meningkatkan aktfitas sehingga persalinan dapat di mulai.
b. Menurunnya
konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat
meningkatkan aktifitas sehingga persalinan dapat dimulai.
4. Teori
Prostaglandin
a. Konsentrasi
prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu yang di keluarkan.
b. Pemberian
prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil
konsepsi dikeluarkan.
c. Prostaglandin
dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
5. Teori
Hipotalamus Pituitary dan Grandula Suprarenalis
a. Teori
ini menunjukan pada kehamilan dengan anencepalus sering terjadi kelambatan
persalinan karena tidak terhipotalamus.teori ini dikemukakan oleh lingging
tahun 1973.
b. Pemberian
kostikosteroid yang dapat menyebabakan maturitas janin,induksi mulainya
persalinan. (Manuaba, 2005)
3.
Tanda-tanda Permulaan Persalinan
Gejala persalinan
sebagai berikut :
a. Terjadinya
HIS persalinan
Kekuatan HIS makin sering terjadi dan
teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek. HIS persalinan mempunyai
sifat pinggang terasa sakit yang menjalar kedepan, sifatnya teratur mempunyai pengaruh
terhadap pembukaan serviks, semakin beraktifitas makin bertambah.
b. Pengeluaran
lendir dan darah
Dengan
HIS persalinan terjadi perubahan serviks yang menimbulkan pendataran tanpa
pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas,
terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah
c. Pengeluaran
cairan
Pada beberapa kasus terjadi ketuban
pecah yang menimbulkan cairan, sebagian besar ketuban baru pecah menjelang
pembukaan. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam
waktu 24 jam.
d. Perubahan
serviks
Pada pemeriksaan dalam dijumpai
perubahan serviks seperti pelunakan serviks, pendataran serviks dan pembukaan
serviks. (Manuaba, 2005)
2.1.1 His
pada Proses Persalinan Normal
His (kontraksi) adalah serangkaian
kontraksi rahim yang teratur, yang secara bertahap akan mendorong janin melalui
serviks (rahim bagian bawah) dan vagina (jalan lahir), sehingga janin keluar
darim rahim ibu. His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding
uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri di mana tuba fallopi memasuki
dinding uterus, awal gelombang tersebut di dapat dari “pacemaker” yang terdapat
di dinding uterus daerah tersebut. Frekuensi his adalah jumlah his dalam waktu tertentu.
(Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007)
Kontraksi menyebabkan serviks
membuka secara bertahap (mengalami dilatasi), menipis dan tertarik sampai harus
menyatu dengan rahim. Perubahan ini memungkinkan janin bisa melewati jalan
lahir. His biasanya mulai dirasakan dalam waktu 2 minggu (sebelum atau sesudah)
tanggal perkiraan persalinan. Penyebab yang pasti dari mulai timbulnya his
tidak diketahui. Mungkin karena pengaruh dari oksitosin (hormon yang dilepaskan
oleh kelenjar hipofisa dan menyebabkan kontraksi rahim selama persalinan).
Terjadi his, akibat keraja hormon oksitosin, regangan dinding uterus oleh
konsepsi, dan rangsangan terhadap pleksus saraf
Frankenhauser yang tertekan massa konsepsi.
His yang baik dan ideal meliputi :
1. kontraksi
simultan simetris di seluruh uterus
2. kekuatan terbesar (dominasi) di daerah
fundus
3. terhadap periode relaksasi di antara
dua periode kontraksi
4. terdapat retraksi otot-otot korpus
uteri setiap sesudah his
5. serviks uteri yang banyak mengandung
kolagen dan kurang mengandung serabut otot, akan tertarik ke atas oleh retraksi
otot-otot korpus, kemudian terbuka secara pasif dan mendatar (cervical
effacement).
His yang sempurna mempunyai kejang otot paling
tinggi difundus uteri yang lapisan ototnya sangat tebal, dan puncak kontraksi
terjadi simultan dari seluruh bagian uterus. Sesudah tiap his, otot-otot korpus
uteri menjadi lebih pendek daripada sebelumnya. Dalam obstetrik kurang
mengandung otot maka serviks tertarik dan dibuka, lebih-lebih jika ada tekanan
oleh bagian besar janin yang keras, umpamanya kepala yang merangsang fleksus
saraf setempat. (Prawirohardjo, 2007)
2.1.2
Penurunan Kepala pada Proses Persalinan Normal
1.
Turunnya Kepala
A. Masuknya Kepala
Masuknya kepala ke dalam pintu atas
panggul pada Multigravida sudah terjadi bulan terakhir dari kehamilan tetapi
pada multi para biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan.
Masukknya kepala ke dalam PAP biasanya dengan
sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan.
a.
kalau sutura sagitalis dalam diameter
anteroposterior dari PAP, maka masuknya kepala tentu lebih sukar, karena
menempati ukuran yang terkecil dari PAP .
b.
kalau sutura sagitalis terdapat di
tengah-tengah jalan lahir, ialah tepat di antara symphysis dan
promontorium,maka dikatakan kepala dalam.
B.
Majunya
Kepala
Pada Multigravida majunya kepala
terjadi setelah kepala masuk ke dalam rongga panggul dan biasanya baru mulai
pada kala ll. Majunya kepala ini bersamaan dengan gerakan-gerakkan yang lain
ialah : fleksi, putaran paksi-dalam,dan ekstensi.
Yang
menyebabkn majunya kepala ialah :
ü tekanan
cairan intrauterin
ü tekanan
langsung oleh fundus pada bokong
ü kekuatan
mengejan
ü melurusnya
badan anak oleh perubahan bentuk rahim.
2.
Fleksi
Dengan majuya kepala biasanya juga
fleksi bertambah hingga ubun-ubun kecil jelas lebih rendah dari ubun-ubu besar.
Fleksi ini disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan
dari pinggir PAP, cervix, dinding panggul atau dasar panggul.Akibat dari
kekuatan ini ialah terjadinya fleksi karena moment yang menimbulkan fleksi
lebih besar dari moment yang menimbulkan defleksi.
2. Putaran paksi dalam
Putaran
paksi dalam ialah :
pemutaran dari bagian depan sedemikian
rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar kedepan ke bawah
symphysis. Pada presentasi belakang
kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang
akan memutar ke depan ke bawah symphysis.
Putaran paksi dalam tidak terjadi
tersendiri, tetapi selalu bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi
sebelum kepala sampai ke H III, kadang-kadang baru setelah kepala sampai di
dasr panggul.
Sebab-sebab putaran paksi dalam
:
1.
Pada letak fleksi, bagian belakang
kepala merupakan bagian terendah bagian kepala.
2.
Bagian terendah dari kepala mencari
tahanan yang paling sedikit terdapat sebelah depan atas dimana terdapat hiatus
genitalis musculus levator ani kiri dan kanan.
3.
Ukuran terbesar dari bidang tengah
panggul ialah diameter anteroposterior
3. Extensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala
sampai di dasar panggul, terjadi extensi atau defleksi dari kepala. Hal ini
disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan
dan atas, sehingga kepala harus mengadakan extensi untuk melaluinya. Kalau
tidak terjadi extensi,kepala akan tertekan pada perineum dan menembusnya.
Pada kepala berkerja dua kekuatan,yang
satu mendesaknya ke bawah dan satunya disebabkan tahanan dasar panggul yang
menolaknya keatas.resultantenya ialah kekuatan ke arah depan atas.
4. Putaran paksi luar
Setelah
kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak untuk
menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.Gerakan
ini disebut : Putaran restitusi
(putaran balasan=putaran paksi luar)
Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga
belakang kepala berhadapan dengan tuber ischiadicum sepihak (di sini kiri).
Gerakkan yang
terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena
ukuran bahu (diameter bisacrominal) menempatkan diri dalam diameter
anteroposterior dari PAP.
5.
Expulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan
sampai di bawah symphysis dan menjadi hypomochlion untuk kelahiran bahu
belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir
searah dengan paksi jalan lahir.
Di atas telah diuraikan jalannya persalinan
dengan positio occipito transversa ialah dengan ubun-ubun kecil kiri melintang.
Kalau ubun-ubun kecil kanan melintang maka jalannya persalinan sama,hanya
ubun-ubun kecil sekarang memutar ke kanan artinya searah dengan jarum jam (Sinopsis
Obstetri, 1998).
2.1.3 Kecepatan Proses Persalinan Normal
Faktor yang perlu
dinilai dan dicatat dalam persalinan :
1.
Waktu terjadinya kontraksi uterus
pertama kali, frekuensi kontraksi uterus, keadaan selaput ketuban, riwayat
perdarahan atau gangguan pada gerakan janin.
2.
Riwayat alergi, medikasi, saat makan
terakhir.
3.
Tanda vital ibu, protein urine dan
glukosa serta pola kontraksi uterus.
4.
Detik jantung janin, presentasi dan
tafsiran berat badan janin.
5.
Keadaan selaput ketuban, dilatasi &
pendataran servik dan derajat penurunan bagian terendah janin melalui
pemeriksaan dalam (vaginal toucher) kecuali bila terdapat kontraindikasi
melakukan VT (perdarahan antepartum).
Pada saat masuk kamar
bersalin perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium :
1.
Hematokrit dan hemoglobin.
2.
Faal pembekuan darah (waktu pembekuan
dan waktu perdarahan).
3.
Golongan darah.
a. PERSALINAN
KALA I
1. Pasien diperkenankan untuk berjalan-jalan
sesuai keinginannya.
2. Tidak perlu puasa, dapat diberikan makan
dalam bentuk cair.
3.
Bila perlu dapat diberikan cairan
intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan kalori.
4. Nadi dan tekanan darah diperiksa setiap 2 –
4 jam.
5.
Dilakukan pencatatan keseimbangan
cairan (produksi urine dan cairan intravena atau peroral).
6.
Dapat dipertimbangkan pemberian
analgesia bila pasien memerlukan oleh karena merasa sangat nyeri dan tidak bisa
hilangk dengan pemberian informasi mengenai jalannya persalinan.
7.
Pemeriksaan kesehatan janin melalui
pemantauan janin dengan kardiotokografi.
8.
Pada kasus resiko rendah dengarkan DJJ
tiap 30 menit (pada kasus
resiko tinggi setiap 15 menit)
segera setelah kontraksi uterus.
9.
Pemantauan kontraksi uterus melalui
palpasi dilakukan tiap 30 menit untUk
menentukan frekuensi, durasi dan intensitas his. Pada fase aktif penilaian
dilatasi dan desensus dengan VT dilakukan tiap 2 jam. Tindakan amniotomi rutin tidak boleh dilakukan sebelum
dilatasi servik lengkap.
b. PERSALINAN KALA II
1. Pada awal kala II (dilatasi servik lengkap),
terdapat reflek meneran dari ibu pada tiap kontraksi uterus.
2. Tekanan abdomen disertai dengan kontraksi
uterus akan mendorong janin keluar dari jalan lahir.
3. Pada kala II, kemajuan persalinan ditentukan
berdasarkan derajat desensus (gambar 12.2). Pada saat bagian terendah
janin berada setinggi spina ischiadica maka dikatakan penurunan pada stasion 0.
4. Pada multigravida, umumnya kala II
berlangsung selama ± 20 menit.
c. MEKANISME PERSALINAN NORMAL
Selama proses
persalinan, janin melakukan serangkaian gerakan untuk melewati panggul - “seven
cardinal movements of labor” yang terdiri dari :
1.
Engagemen
2.
Fleksi
3.
Putar paksi dalam
4.
Ekstensi
5.
Putar paksi luar
6.
Ekspulsi
Gerakan-gerakan
tersebut menyebabkan janin dapat mengatasi rintangan jalan lahir dengan baik
sehingga dapat terjadi persalinan per vaginam secara spontan.
(hhtp://obfkumj.blogspot.com/2009/06/proses-persalinan-normal.html.
Diakses pada tanggal 20-12-2011 pukul 15.24 WIB)
2.1.1 Multigravida
Gravida
atau kehamilan atau suatu peristiwa alami dan fisiologis yang terjadi pada
wanita yang didahului oleh suatu peristiwa fertilisasi yang membentuk zigot dan
akhirnya menjadi janin yang mengalami proses perkembangan di dalam uterus
sampai proses persalinan (Manuaba, 2002).
Gravida adalah banyaknya anak lahir
hidup oleh seorang wanita (Manuaba, 2002).
Multigravida adalah seorang wanita
yang sudah pernah hamil lebih dari satu kali (Prawihardjo, 2002).
Multigravida adalah seorang
wanita pernah hamil dan melahirkan bayi genap bulan ( Manuaba, 2002).
2.2.1 His pada Proses Persalinan Normal
Multigravida
His adalah gelombang
kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang dimulai dari daerah fundus
uteri pada daerah di mana tuba falopii memasuki dinding uterus, awal gelombang
tersebut didapat dari ‘pacemaker’ yang terdapat di dinding uterus daerah
tersebut. Resultante efek gaya kontraksi tersebut dalam keadaan normal mengarah
ke daerah lokus minoris yaitu daerah kanalis servikalis (jalan laihir) yang
membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar.
Untuk kala 1 ibu yang sudah pernah
melahirkan berbeda dengan ibu yang belum pernah melahirkan. Untuk seorang
multigarvida kala 1 berlangsung kira – kira selama 7 jam sat mengalami
kontraksi. Proses pembukaan mulut rahim
pada multigravida mulut rahim
mendatar secar bersama.
2.2.2 Penurunan Kepala pada Proses Persalinan
Normal Multigravida
Turunnya kepala dibagi menjadi dua yaitu
masuknya kepala dalam pintu atas panggul, dan majunya kepala pada multigravida
(yang sudah pernah hamil sebelumnya) biasanya baru terjadi pada permulaan
persalinan.
Masuknya kepala kedalam pintu
atas panggul biasanya dengan sutura sagitalis, melintang dan dengan fleksi yang
ringan,Masuknya sutura sagitalis terdapat ditengah-tengah jalan lahir, ialah
tepat diantara simpisis dan promontorium, maka kepala dikatakan dalam
synclitismus dan synclitismus os parietal depan dan belakang sama tingginya.Jika
sutura sagitalis agak ke depan mendekati simpisis atau agak kebelakang
mendekati promontorium maka posisi ini disebut asynclitismus,Pada pintu
atas panggul biasanya kepala dalam asynclitismus posterior yang ringan.
Asynclitismus posterior ialah jika sutura sagitalis mendekati simpisis dan
os parietal belakang lebih rendah dari os parietal depan. Asynclitismus
anterior ialah jika sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os
parietal depan lebih rendah dari os parietal belakang.
Pada multigravida
sebaiknya majunya kepala dan masuknya kepala kedalam rongga panggul terjadi
bersamaan. Yang menyebabkan majunya kepala : Tekanan cairan intrauterin,
tekanan langsung oleh fundus pada bokong, kekuatan meneran, melurusnya badan
janin oleh perubahan bentuk rahim.
Penurunan terjadi
selama persalinan oleh karena daya dorong dari kontraksi dan posisi, serta
peneranan selama kala 2 oleh ibu.
1.
Fiksasi (engagement)
merupakan tahap penurunan pada waktu diameter biparietal dari kepala janin
telah masuk panggul ibu
2.
Desensus
merupakan
syarat utama kelahiran kepala, terjadi karena adanya tekanan cairan amnion,
tekanan langsung pada bokong saat kontraksi, usaha meneran, ekstensi dan
pelurusan badan janin
3.
Fleksi, sangat penting bagi penurunan kepala
selama kala 2 agar bagian terkecil masuk panggul dan terus turun. Dengan
majunya kepala, fleksi bertambah hingga ubun-ubun besar. Keuntungan dari
bertambahnya fleksi ialah ukuran kepala yang lebih kecil melalui jalan lahir
yaitu diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan diameter
suboccipito frontalis (11,5 cm). Fleksi disebabkan karena janin didorong maju,
dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir pintu atas panggul, serviks,
dinding panggul atau dasar panggul. Akibat dari kekuatan dorongan dan tahanan
ini terjadilah fleksi, karena moment yang menimbulkan fleksi lebih besar dari
moment yang menimbulkan defleksi.
4.
Putaran paksi
dalam/rotasi internal, pemutaran dari bagian depan
sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan ke
bawah sympisis. Pada presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah
daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar kedepan kebawah
simpisis. Putaran paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran kepala karena putara
paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk
jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran
paksi dalam tidak terjadi tersendiri, tetapi selalu kepala sampai ke hodge III,
kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasa panggul. Sebab-sebab putaran
paksi dalam : Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian
terendah dari kepala. Pada bagian terendah dari kepala ini mencari tahanan yang
paling sedikit yaitu pada sebelah depan atas dimana terdapat hiatus genetalis
antara M. Levator ani kiri dan kanan. Pada ukuran terbesar dari bidang tengah
panggul ialah diameter anteroposterior
5.
Rotasi
internal dari kepala janin akan membuat
diameter enteroposterior (yang lebih panjang) dari kepala akan menyesuaikan
diri dengan diameter anteroposterior dari panggul.
6.
Ekstensi, setelah putaran paksi selesai dan
kepala sampai didasar panggul, terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala.
Hal ini terjadi pada saat lahir kepala, terjadi karena gaya tahanan dari dasar
panggul dimana gaya tersebut membentuk lengkungan Carrus, yang mengarahkan
kepala keatas menuju lubang vulva sehingga kepala harus mengadakan ekstensi
untuk melaluinya. Bagian leher belakang dibawah occiputnya akan bergeser dibawah
simpisis pubis dan bekerja sebagai titik poros. Uterus yang berkontraksi
kemudian memberi tekanan tambahan atas kepala yang menyebabkan ekstensi kepala
lebih lanjut saat lubang vulva-vagina membuka lebar. Pada kepala bekerja dua
kekuatan, yang satu mendesaknay ekbawah dan satunya kerena disebabkan tahanan
dasar panggul yang menolaknya keatas. Resultantenya ialah kekuatan kearah depan
atas.
7.
Setelah
subocciput tertahan pada pinggir bawah sympisis
maka yang dapat maju karena kekuatan tersebut diatas adalah bagian yang
berhadapan dengan subocciput, maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas
perineum ubun-ubun besar, dahi hidung dan mulut dan akhirnya dagu dengan
gerakan ekstensi. Subocciput yang menjadi pusat pemutaran disebut hypomoclio
8.
Rotasi eksternal/putaran
paksi luar, terjadi bersamaan dengan perputaran
interior bahu. Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah
punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang etrjadi karena putaran
paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi.
9.
Restitusi
adalah
perputaran kepala sejauh 45 baik kearah kiri atau kanan bergantung pada arah
dimana ia mengikuti perputaran menuju posisi oksiput anterior. Selanjutnya
putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber ischidicum.
Gerakan yang terakhir ini adalah gerakan paksi luar yang sebenarnya dan
disebabkan karena ukuran bahu, menempatkan diri dalam diameter anteroposterior
dari pintu bawah panggul.
10.
Ekspulsi,
setelah putaran paksi luar bahu depan sampai dibawah sympisis dan menjadi
hypomoclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan
selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahi mengikuti
lengkung carrus (kurva jalan lahir) (Sinopsis Obstetri, 1998).
2.2.3 Kecepatan
Proses persalinan Normal multigravida
Persalinan
kala 2
adalah proses pengeluaran buah kehamilan sebagai hasil pengenalan proses dan
penatalaksanaan kala pembukaan yang dimulai dengan pembukaan lengkap dari
serviks dan berakhir dengan lahirnya bayi. Lamanya kala dua menurut Friedman
adalah 15 menit untuk multigravida. Pada kala 2 yang berlangsung 1 jam pada
multipara dianggap sudah abnormal oleh mereka yang setuju dengan pendapat
Friedman, tetapi saat ini hal tersebut tidak mengindikasikan perlunya
melahirkan bayi dengan forceps atau vakum ekstraksi. Kontraksi selama kala dua
adalah sering, kuat dan sedikit lebih lama yaitu kira-kira 2 menit yang
berlangsung 60-90 detik dengan interaksi tinggi dan semakin ekspulsif sifatnya.
Tanda-tanda bahwa
kala 2 persalinan sudah dekat
1.
Ibu merasa ingin meneran (dorongan
meneran/doran)
2.
Perineum menonjol (perjol)
3.
Vulva vagina membuka (vulka)
4.
Adanya tekanan pada spincter anus
(teknus)
5.
Jumlah pengeluaran air ketuban meningkat
6.
Meningkatnya pengeluaran darah dan
lender
7.
Kepala telah turun didasar panggul
8.
Ibu kemungkinan ingin buang air besar
Diagnosis
pasti
1.
Telah terjadi pembukaan lengkap
2.
Tampak bagian kepala janin melalui
bukaan introitus vagina
Perubahan fisiologi
kala 2 persalinan
1.
Kontraksi, dorongan otot-otot dinding
uterus
2.
Pergeseran dinding uterus
3.
Ekspulsi janin
(Manuaba,
2006)
2.3.
Oksitosin
1.
Pengertian
Oksitosin
Oksitosin (bahasa
Yunani:
(ŏk'sĭ-tō'sĭn),
kelahiran cepat) (bahasa Inggris:
oxytocin, OT, pitocin, syntocinon) adalah hormon pada manusia yang berfungsi untuk
merangsang kontraksi yang kuat pada dinding rahim/uterus sehingga mempermudah dalam membantu
proses kelahiran.
Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi di hipotalamus dan
diangkut lewat aliran aksoplasmik ke hipofisis posterior yang jika mendapatkan
stimulasi yang tepat hormon ini akan dilepas kedalam darah. Hormon ini di beri
nama oksitosin berdasarkan efek fisiologisnya yakni percepatan proses
persalinan dengan merangsang kontraksi otot polos uterus. Peranan fisiologik
lain yang dimiliki oleh hormon ini adalah meningkatkan ejeksi ASI dari kelenjar
mammae. (Rahardjo,
2009)
2.
Bagaimana Proses Pengeluaran Oksitosin pada Manusia
Impuls neural yang terbentuk dari
perangsangan papilla mammae merupakan stimulus primer bagi pelepasan oksitosin
sedangkan distensi vagina dan uterus merupakan stimulus sekunder. Estrogen akan
merangsang produksi oksitosin sedangkan progesterone sebaliknya akan menghambat produksi
oksitosin. Selain di hipotalamus, oksitosin juga disintesis di kelenjar gonad,
plasenta dan uterus mulai sejak kehamilan 32 minggu dan seterusnya. Konsentrasi
oksitosin dan juga aktivitas uterus akan meningkat pada malam hari.
3. Faktor yang Mempengaruhi Pelepasan
oksitosin endogenus ditingkatkan oleh:
a. Persalinan
b. Stimulasi
serviks, vagina dan payudara
c. Estrogen yang
beredar dalam darah
d. Peningkatan
osmolalitas/konsentrasi plasma
e. Volume cairan yang rendah dalam
sirkulasi darah
f. Stress, stress yang disebabkan oleh tangisan
bayi akan menstimulasi pengeluaran ASI
4. Pengaruh
Pelepasan Oksitosin DiSupresi oleh:
a. Alkohol
b. Relaksin
c. Penurunan
osmolalitas/konsentrasi plasma
d. Volume cairan
yang tinggi dalam sirkulasi darah
5.
Bagaimana Kerja Mekanisme Kerja Oksitosin
Pada otot polos
uterus. Mekanisme kerja dari oksitosin, hormon ini akan menyebabkan kontraksi
otot polos uterus sehingga digunakan dalam dosis farmakologik untuk menginduksi
persalinan. Sebelum bayi lahir pada proses persalinan yang timbul spontan
ternyata rahim sangat peka terhadap oksitosin Dengan dosis beberapa miliunit
permenit intra vena.
Karena
oksitosin merangsang kontraktilitas uterus maka hormon ini digunakan untuk
memperlancar persalinan, tetapi tidak akan memulai persalinan kecuali kehamilan
sudah aterm. Didalam uterus terdapat reseptor oksitosin 100 kali lebih banyak
pada kehamilan aterm dibandingkan dengan kehamilan awal. Jumlah estrogen yang meningkat pada kehamilan aterm
dapat memperbesar jumlah reseptor oksitosin. Begitu proses persalinan dimulai
serviks akan berdilatasi sehinga memulai refleks neural yang menstimulasi
pelepasan oksitosin dan kontraksi uterus selanjutnya. Faktor mekanik seperti
jumlah regangan atau gaya yang terjadi pada otot, mungkin merupakan hal
penting.
(http://artikelkedokteran.net/cara-kerja-oksitosin.html.
Diakses pada tanggal 28-11-2011 pukul 12.45 WIB.
6.
His Oksitosin pada Proses Persalinan Normal
His (Kontraksi) adalah serangkaian kontraksi
rahim yang teratur, yang secara bertahap akan mendorong janin melalui serviks
(rahim bagian bawah) dan vagina (jalan lahir), sehingga janin keluar
dari rahim ibu. Kontraksi menyebabkan serviks membuka secara bertahap
(mengalami dilatasi), menipis dan tertarik sampai menyatudengan
rahim. Perubahan ini memungkinkan janin
bisa melewati jalan lahir.
(hhtp://obfkumj.blogspot.com/2009/06/proses-persalinan-normal.html.Diakses
pada tanggal 20-12-2011 pukul 15.24 WIB)
His biasanya mulai dirasakan dalam waktu 2
minggu (sebelum atau sesudah) tanggal perkiraan persalinan. Penyebab yang pasti
dari mulai timbulnya his tidak diketahui. Mungkin karena pengaruh dari oksitosin
(hormon yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisa dan menyebabkan kontraksi rahim
selama persalinan). Persalinan biasanya berlangsung selama tidak lebih dari
12-14 jam (pada kehamilan pertama) dan pada kehamilan berikutnya cenderung
lebih singkat (6-8 jam).
Oksotosin
ada di asam amnio peptida sembilan yang disintesa pada syaraf hipotalamus dan
dialirkan ke akson dari Pituitary Posterior untuk disekresikan ke dalam darah.
Oksitosin juga disekresikan ke dalam otak dan dari beberapa jaringan. Adapun
fungsi dari oksitosin adalah menstimulasi kontraksi otot halus kandungan
sewaktu melahirkan.
Pada waktu akhir kehamilan, uterus harus
berkontraksi secara hebat dan semakin lama agar janin keluar. Sepanjang tahap
kehamilan selanjutnya, terjadi peningkatan yang besar pada reseptor Oksitosin
pada sel otot halus kandungan, yang diasosiasikan dengan peningkatan
iritabilitas dari uterus.Oksitosin dilepaskan sepanjang masa melahirkan sewaktu
janin menstimulasi leher rahim dan vagina. Dan hal itu meningkatkan kontraksi
otot halus kandungan agar terjadi proses melahirkan.
Pada
kasus dimana kontraksi tidak cukup agar terjadi kelahiran, dokter terkadang
memberikan Oksitosin untuk menstimulasi lebih lanjut kontraksi kandungan-
perhatian besar harus dilakukan pada beberapa situasi untuk memastikan janin
keluar dengan baik dan mencegah pecahnya uterus (Saifudin,
2008).
7. Efek samping oksitosin
Bila oksitosin sintetik diberikan, kerja
fisiologis hormon ini akan meningkat sehingga dapat timbul efek samping yang
berbahaya, efek samping tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
a.
Stimulasi berlebih pada uterus
b.
Konstriksi pembuluh darah tali pusat
c.
Kerja anti diuretika
d.
Kerja pada pembuluh darah ( dilatasi
)
e.
Mual
f.
Reaksi hipersensitif
(Rahardjo, 2009)
8.
Pengaruh Oksitosin pada Penurunan
Kepala
Pangaruh oksitosin pada penurunan kepala pada
dasarnya sama dengan penurunan kepala pada persalinan normal. Pada ibu yang
melahirkan tanpa pemberian oksitosin proses penurunan kepala, sama halnya
dengan ibu yang melahirkan dengan pemberian oksitosin.
a.
Masuknya Kepala
Masuknya kepala ke dalam pintu atas
panggul pada primigravida sudah terjadi bulan terakhir dari kehamilan tetapi
pada multi para biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan, Masukknya
kepala ke dalam PAP biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan
fleksi yang ringan, kalau sutura sagitalis dalam diameter anteroposterior dari
PAP, maka masuknya kepala tentu lebih sukar, karena menempati ukuran yang
terkecil dari PAP .
1.
kalau sutura sagitalis terdapat di
tengah-tengah jalan lahir, ialah tepat di antara symphysis dan
promontorium,maka dikatakan kepala dalam.
b. Majunya Kepala
Pada
primigravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk ke dalam rongga
panggul dan biasanya baru mulai pada kala ll. Majunya kepala ini bersamaan
dengan gerakan-gerakkan yang lain ialah : fleksi, putaran paksi-dalam,dan
ekstensi.
Yang
menyebabkn majunya kepala ialah :
ü tekanan cairan intrauterin
ü tekanan
langsung oleh fundus pada bokong
ü kekuatan
mengejan
ü melurusnya
badan anak oleh perubahan bentuk rahim.
c.
Fleksi
Dengan majuya kepala biasanya juga
fleksi bertambah hingga ubun-ubun kecil jelas lebih rendah dari ubun-ubu besar.
Fleksi ini disebabkan karena anak
didorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir PAP, cervix, dinding
panggul atau dasar panggul.Akibat dari kekuatan ini ialah terjadinya fleksi
karena moment yang menimbulkan fleksi lebih besar dari moment yang menimbulkan
defleksi.
d. Putaran paksi dalam
Yang
di maksud dengan putaran paksi dalam ialah :
pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa
sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar kedepan ke bawah
symphysis. Pada presentasi belakang
kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang
akan memutar ke depan ke bawah symphysis.
Putaran paksi dalam tidak terjadi
tersendiri, tetapi selalu bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi
sebelum kepala sampai ke H III, kadang-kadang baru setelah kepala sampai di
dasr panggul.
Sebab-sebab putaran paksi dalam
:
1. Pada letak fleksi, bagian belakang kepala
merupakan bagian terendah bagian kepala.
2. Bagian terendah dari kepala mencari tahanan
yang paling sedikit terdapat sebelah depan atas dimana terdapat hiatus
genitalis musculus levator ani kiri dan kanan.
3. Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul
ialah diameter anteroposterior
e. Extensi
Setelah putaran paksi selesai dan
kepala sampai di dasar panggul, terjadi extensi atau defleksi dari kepala. Hal
ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke
depan dan atas, sehingga kepala harus mengadakan extensi untuk melaluinya.
Kalau tidak terjadi extensi,kepala akan tertekan pada perineum dan menembusnya.
Pada kepala berkerja dua
kekuatan,yang satu mendesaknya ke bawah dan satunya disebabkan tahanan dasar
panggul yang menolaknya keatas.resultantenya ialah kekuatan ke arah depan atas.
f.
Putaran
paksi luar
Setelah kepala lahir,
maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan
torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.Gerakan ini disebut : Putaran restitusi (putaran
balasan=putaran paksi luar).
Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga
belakang kepala berhadapan dengan tuber ischiadicum sepihak (di sini kiri).
Gerakkan
yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan
karena ukuran bahu (diameter bisacrominal) menempatkan diri dalam diameter
anteroposterior dari PAP.
g. Expulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan
sampai di bawah symphysis dan menjadi hypomochlion untuk kelahiran bahu
belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir
searah dengan paksi jalan lahir.
Di atas telah diuraikan jalannya
persalinan dengan positio occipito transversa ialah dengan ubun-ubun kecil kiri
melintang. Kalau ubun-ubun kecil kanan melintang maka jalannya persalinan
sama,hanya ubun-ubun kecil sekarang memutar ke kanan artinya searah dengan jarum jam. (Sinopsis Obstetri, 1998)
9.
Pengaruh Oksitosin pada Kecepatan
Proses Persalinan
Pada proses persalinan merangsang
terjadinya kontraksi yang penting dalam proses pembukaan vagina (cervical
dilatation) sebelum melahirkan dan pada tahap kedua dan ketiga proses
persalinan. Persalinan adalah keluarnya/lahirnya
janin dan plasenta dari rahim.
Pada persalinan spontan, untuk
mengontrol nyeri selama persalinan digunakan teknik relaksasi dan pernafasan.
Untuk mempelajari teknik ini, calon ibu dan suaminya bisa mengikuti latihan di
rumah sakit maupun klinik bersalin. Pada teknik relaksasi, ibu secara sadar
menegangkan sebagian tubuhnya kemudian mengendurkannya. Teknik ini membantu ibu
mengendurkan seluruh tubuhnya ketika rahim berkontraksi dan ketika rahim tidak
berkontraksi.
Beberapa jenis pernafasan bisa
membantu ibu dalam menghadapi persalinan tahap I (sebelum diperbolehkan
mengedan):
ü Menarik
nafas dalam (untuk membantu ibu relaks), dilakukan pada awal dan akhir kontraksi
ü
Menarik nafas dangkal dan cepat di dada
bagian atas, dilakukan pada saat kontraksi mencapai puncaknya
ü
Menarik nafas pendek dan cepat diikuti
dengan menghembuskan nafas melalui mulut, dilakukan untuk menahan keinginan
untuk mengedan (sebelum terjadi pembukaan lengkap).
Pada stadium II, ibu mulai boleh
mengedan dan diselingi dengan menarik nafas cepat dan pendek. Selama hamil,
calon ibu dan pasangannya sebaiknya melakukan latihan teknik relaksasi dan
pernafasan secara rutin. Selama persalinan berlangsung, sang suami bisa
membantu calon ibu dengan mengingatkan apa yang seharusnya dilakukan pada
setiap tahapan persalinan dan menenangkannya jika terlihat tegang. Pemijatan
bisa membantu mengurangi ketegangan pada calon ibu.
Persalinan adalah proses pengeluaran
produk konsepsi yang viable melalui jalan lahir. Proses ini terbagi menjadi
empat kala, yaitu Kala I yaitu saat pembukaan mulut rahim sampai mencapai
kira-kira 10 cmKala II yaitu saat pengeluaran janin, kala III yaitu setelah keluar
janin sampai keluar plasenta, kala IV yaitu mulai keluar plasenta sampai 1-2
jam sesudahnya. Untuk Kala I ibu yang baru pertama kali melahirkan berbeda dgn
ibu yang pernah melahirkan. Untuk seorang primigravida Kala I berlangsung
kira-kira selama 13-14 jam sejak mengalami kontraksi . Bagi multigravida Kala I
berlangsung kira-kira selama 6-7 jam saja. Proses membuka mulut rahim juga
berbeda. Pada primigravida mulut rahim mendatar dahulu baru membuka. Sedangkan
pada multigravida proses mendatar dan membuka terjadi secara bersamaan
Di
ruang bersalin, ibu dibaringkan pada posisi setengah duduk agar gaya
gravitasi bisa digunakan semaksimal mungkin. Tekanan janin membantu
peregangan jalan lahir dan perineum secara bertahap sehingga resiko robekan
semakin kecil. Posisi ini juga menyebabkan berkurangnya tegangan pada punggung
dan panggul ibu. Sebagian ibu lebih menyukai posisi berbaring terlentang
meskipuni posisi ini bisa menyebabkan persalinan berlangsung lebih lama dan
memerlukan bantuan. Setiap rahim berkontraksi, ibu harus mengedan untuk
membantu turunnya janin ke jalan lahir dan untuk memperlebar lubang vagina sehingga
bagian kepala janin yang tampak semakin besar.
Setelah kepala bayi lahir, tubuh bayi
akan berputar miring sehingga bahu bisa dilahirkan dengan mudah. Setelah bayi
lahir, perut ibu ditekan dengan lembut untuk merangsang kontraksi rahim (Saifudin,2008
)
2.4. Penggunaan Oksitosin
1.
Wewenang
Bidan Dalam Pemberian Obat dan Aspek Legalnya
Melihat
kondisi-kondisi diatas pemberian obat untuk ibu hamil dan masa persalinan
memamg harus perlu diperhatikan dan kewaspadaan yang tinggi, dalams hal ini
seorang bidan yang mempunyai tanggung jawab, karena banyaknya hal-hal yang
harus diperhatikan termasuk beberapa kompartemen yang harus dijaga dari efek
yang ditimbulkan oleh obat-obat tertentu, yaitu ibu hamil itu sendiri,
plasenta, dan janin.
Demi menghindari
adanya kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi karena pemberian obat yang
salah oleh bidan pada ibu hamil, maka kementrian kesehatn membuat keputusan
tentang kewenangan bidan dalam pemberian obat, kewenangan ini dituliskan pada
KEPMENKES 900 dan KEPMENKES 396 mengenai obat. Adapun uraian KEPMENKES 900
tentang kewnanagn bidan adalah sebagai berikut:
Lampiran III
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 900/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal : 25 Juli
2002
2.
Petunjuk Pelaksanaan
Praktik Bidan
1.
Pemberian kewenangan lebih luas kepada
bidan dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kegawatan obstetri dan neonatal
kepada setiap ibu hamil/ bersalin, nifas dan bayi baru lahir (0-28 hari), agar
penanganan dini atau pertolongan pertama sebelum rujukan dapat dilakukan secara
cepat dan tepat waktu.
2.
Dalam menjalankan kewenangan yang
diberikan, bidan harus:
a. Melaksanakan tugas kewenangan sesuai
dengan standar profesi;
b. Memiliki ketrampilan dan kemampuan
untuk tindakan yang dilakukannya;
c. Mematuhi dan melaksanakan protap
yang berlaku diwilayahnya;
d. Bertanggung jawab atas pelayanan
yang diberikan dan berupaya secara optimal
dengan mengutamakan keselamatan ibu dan
bayi atau janin.
3.
Pelayanan kebidanan kepada wanita oleh
bidan meliputi pelayanan pada masa pranikah termasuk remaja putri, prahamil,
kehamilan, persalinan, nifas, menyusui dan masa antara kehamilan (periode
interval).
4.
Pelayanan kepada wanita dalam masa
pranikah meliputi konseling untuk remaja putri, konseling persiapan pranikah dan
pemeriksaan fisik yang dilakukan menjelang pernikahan. Tujuan dari pemberian
pelayanan ini adalah untuk mempersiapkan wanita usia subur dan pasangannya yang
akan menikah agar mengetahui kesehatan reproduksi, sehingga dapat berprilaku
reproduksi sehat secara mandiri dalam kehidupan rumah tangganya kelak.
5. Pelayanan kebidanan dalam masa kehamilan, masa
persalinan dan masa nifas meliputi pelayanan yang berkaitan dengan kewenangan
yang diberikan. Perhatian khusus diberikan pada masa sekitar persalinan, karena
kebanyakan kematian ibu dan bayi terjadi pada masa tersebut.
6. Pelayanan kesehatan kepada anak
diberikan pada masa bayi (khususnya bayi baru lahir),balita dan anak pra
sekolah.
7. Dalam melaksanakan
pertolongan persalinan, bidan dapat memberikan uterotonika.
8. Pelayanan dan pengobatan kelainan ginekologik
yang dapat dilakukan oleh bidan adalahkelainan ginekologik ringan, seperti
keputihan dan penundaan haid.Pertolonganginekologik yang diberikan tersebut
pada dasarnya bersifat pertolongan sementara sebelum dirujuk ke dokter, atau
tindak lanjut pengobatan sesuai advis dokter.
9.
Pelayanan kesehatan kepada anak
meliputi:
a.
Pelayanan neonatal esensial dan tata laksana neonatal sakit diluar rumah sakit
yang meliputi:
1. Pertolongan persalinan yang atraumatik, bersih
dan aman
2. Menjaga tubuh bayi tetap hangat dengan kontak
dini
3. Membersihkan jalan nafas, mempertahankan bayi
bernafas spontan
4. Pemberian ASI dini dalam 30 menit setelah
melahirkan
5. Mencegah infeksi pada bayi baru lahir antara lain
melalui perawatan tali pusat secara higienis, pemberian imunisasi dan pemberian
ASI eksklusif.
b. Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir
dilaksanakan pada 0 – 28 hari;
c. Penyuluhan kepada ibu tentang pemberian ASI
eksklusif untuk bayi dibawah 6 bulan dan makanan pendamping ASI (MPASI) untuk
bayi diatas 6 bulan;
d.
Pemantauan tumbuh kembang balita untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang
anak melalui deteksi dini dan stimulasi tumbuh kembang balita;
e.
Pemberian obat yang bersifat sementara pada penyakit ringan sepanjang sesuai
dengan obat-obatan yang sudah ditetapkan dan segera merujuk pada dokter.
10. Beberapa tindakan yang termasuk dalam
kewenangan bidan anrata lain:
a. Memberikan imunisasi kepada wanita usia
subur termasuk remaja putri, calon pengantin, ibu dan bayi.
b. memberikan suntikan kepada penyulit kehamilan
meliputi pemberian secara perental
antibiotika pada infeksi/ sepsis, oksitosin pada kala III dan .IV untuk
mencegah/ penanganan perdarahan postpartum karena hipotania uteri, sedativa
pada preeklamsi/ eklamsi, sebagai pertolongan pertama sebelum dirujuk.
c. Melakukan tindakan amniotomi pada pembukaan
serviks lebih dari 4 cm pada letak belakang kepala, pada distosia karena
inertia uteri dan diyakini bahwa bayi dapat lahir pervaginam.
d. Kompresi bimanual internal dan/ atau
eksternal dapat dilakukan untukmenyelamatkan jiwa ibu pada pendarahan
postpartum untukmenghentikan pendarahan. Diperlukan keterampilan bidan dan
pelaksanaan tindakan sesuai dengan protap yang berlaku.
e. Versi luar pada gemeli pada kelahiran bayi
kedua.
f. Kehamilan ganda seharusnya sejak
semula direncanakan pertolongan persalinannya dirumah sakit oleh dokter. Bila
hal tersebut tidak diketahui bidan yang menolong persalinan terlebih dahulu
dapat melakukan versi luar pada bayi kedua yang tidak dalam presentasi kepala
sesuai dengan protap.
e. Ekstraksi
vacum pada bayi dengan kepala di dasar panggul.
f. Demi
penyelamatan hidup bayi dan ibu, bidan yang telah mempunyai kompetensi, dapat
melakukan ekstraksi vacum atau ekstraksi cunam bila janin dalam presentasi
belakang kepala dan kepala janin telah berada di dasar pinggul.
g.
Resusitasi pada bayi baru lahir dengan
akfiksia.
h. Bidan
diberi wewenang untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang mengalami
asfiksia, yang sering terjadi pada partus lama, ketuban pecah dini, persalinan
dengan tindakan dan pada bayi dengan berat badan lahir rendah, utamanya bayi prematur.
Bayi tersebut selanjutnya perlu dirawat di fasilitas kesehatan, khususbya yang
mempunyai berat lahir kurang dari 1750 gram.
i. Hipotermi
pada bayi baru lahir. Bidan diberi wewenang untuk melaksanakan penanganan
hipotermi pada bayi baru lahir dengan mengeringkan, menghangatkan, kontak dini
dan metode kangguru.
11.
Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana harus memperhatikan
kompetensi dan protap yang berlaku diwilayahnya meliputi:
a.
memberikan pelayanan keluarga berencana yakni pemasangan IUD, alat kontrasepsi
bahwa kulit (AKBK), pemberian suntikan, tablet, kondom, diafragma, jelly dan
melaksanakan konseling.
b. Memberikan pelayanan efek samping pemakaian kontrasepsi
c.
Pertolongan yang diberikan oleh bidan bersifat pertolongan pertama yang
perlu
mendapatkan pengobatan oleh dokter bila
gangguan berlanjut.
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah
kulit (AKBK) tanpa penyulit.
e.
Tindakan ini dilakukan atas dasar kompetensi dan pelaksanaanya berdasarkan
Protap. Pencabutan AKBK tidak dianjurkan untuk dilaksanakan melalui pelayanan
KB keliling.
f. Dalam keadaan darurat, untuk penyelamatan jiwa,
bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan yang diberikan
bila tidak mungkin memperoleh pertolongan dari tenaga ahli. Dalam memberikan
pertolongan, bidan harus mengikuti protap yang berlaku.
12
. Bidan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat mengacu pada
pedoman yang telah ditetapkan.
13.
Beberapa kewajiban bidan yang perlu diperhatikan dalam menjalankan kewenangan:
a. Meminta persetujuan yang akan dilakukan.
b. Pasien berhak mengetahui dan
mendapat penjelasan mengenai semua tindakan yang dilakukan kepadanya.
Persetujuan dari pasien dan orang terdekat dalam keluarga perlu dimintakan
sebelum tindakan dilakukan.
c . Memberikan informasi.
d. Informasi mengenai pelayanan/ tindakan yang
diberikan dan efek samping yang
ditimbulkan perlu diberikan secara jelas, sehingga memberikan kesempatan kepada
pasien untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya.
e.
Melakukan rekam medis dengan baik.
f.
Setiap pelayanan yang diberikan oleh bidan perlu didokumentasikan/ dicatat,
seperti hasil pemeriksaan dan tindakan yang diberikan dengan menggunakan
Format yang berlaku.
14.
Penyedian dan penyerahan obat-obatan
a. bidan harus menyediakan obat-obatan
maupun obat suntik sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.
b. Bidan diperkenankan menyerahkan obat
kepada pasien sepanjang untuk keprluan darurat dan sesuai dengan protap
15.
Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian dilaksanakan dengan ketentuan
sebagai
2.5. Kerangka Konsep
|
|
Keterangan
:
(………) = variabel yang diamati
( ) =
variabel tidak diamati
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1
Design
Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian akademik dengan menggunakan metode
eksperimental yaitu true eksperimental dengan rancangan penelitian cross
sectional tingkat semi eksplanasi deskriptif analitik yaitu suatu bentuk
penelitian yang ditunjukkan untuk fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena
alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa waktu,
aktifitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara
fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. Penelitian ini menggunakan design
penelitian yang diamati oleh bidan yaitu dengan menggunakan partograf.
3.2
Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah ibu multigravida yang telah bersalin
di Rumah Bersalin UMMI Banten 6 Plaju Palembang pada bulan Januari sampai bulan Maret 2012 yang berjumlah 10 orang ibu
bersalin multigravida.
3.2.2 Sampel
Sampel yang ada pada penelitian ini adalah berjumlah 10 orang ibu
bersalin multigravida dengan pemberian oksitosin intramuscular pada fase aktif.
3.2.3 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
1.
Kriteria Inklusi
1. Pada fase aktif 4 cm sampai 10 cm
2. Kemajuan persalinan pada multigravida < 2
cm per jam
3. Tidak berisiko tinggi ( usia < 35
tahun, tidak anemia)
4. Tidak ada komplikasi (tidak pernah abortus,tidak
ada riwayat operasi, tidak ada riwayat kehamilan ektopik)
2.
Kriteria Eksklusi
1. Pada fase laten 1-3 cm
2. Kemajuan persalinan pada multigravida
> 2 cm per jam
3. Berisiko tinggi ( usia lebih > 35
tahun, anemia)
4. Ada komplikasi (pernah abortus, ada riwayat
operasi, ada riwayat kehamilan ektopik, ada riwayat molahidatidosa)
3.3
Instrumen dan Bahan Penelitian
Adapun instrumen yang digunakan yaitu :
ü Quisioner
ü Partograf
ü APD (celemek, sepatu boad, masker,)
ü Hansdcoon
ü Partus set
ü Heating set
ü Bengkok
ü Waskom
ü Waslap 2 pasang
ü Tempat baju kotor
ü Kotak sampah medis dan non medis
ü Larutan klorin 0,5 %
ü Air DTT
ü Obat-obatan (oksitosin)
ü Spuit
3.4.
Variabel dan Definisi Oprasional
Variabel
|
Definisi
|
Cara ukur
|
Alat ukur
|
Hasil ukur
|
Skala
|
Persalinan
Multigravida
|
Seorang wanita yang telah melahirkan lebih dari 1 kali
|
Observasi dengan menggunakan Quisioner
|
Quisioner
|
1. Resti
2. Tidak resti
|
Ratio
|
Oksitosin intramusculer
|
Obat yang di gunakan untuk memperkuat kontraksi uterus di
berikan melalui intramusculer
|
Observasi dengan menggunakan Quisioner
|
1. Spuit
2. Obat–obatan
esensial
|
1. Ada kontraksi
2. Tidak ada kontraksi
|
Ordinal
|
Frekuensi His
|
Jumlah his dalam waktu tertentu
|
Observasi
|
Quisioner
|
1. Kurang (< 20 detik)
2. Sedang (20-40 detik)
3. .Bagus (> 40 detik)
|
Ordinal
|
Durasi his
|
Durasi his adalah lamanya his berlangsung di ukur
dengan detik
|
observasi
|
Quisioner
|
1. Lambat <20 detik
2. Sedang 20 – 40 detik
3. Kuat < 40 detik
|
Ordinal
|
Lama persalinan
|
Proses kelahiran bayi melalui jalan lahir
|
Observasi
|
Quisioner
|
1. Cepat
2. Lama
|
Ordinal
|
1.5. Cara
Penelitian
3.5.
Tempat dan Waktu
3.6.1. Tempat
Penelitian dilaksanakan di Rumah Bersalin UMMI
Plaju Banten 6 Palembang.
3.6.2 Waktu
Penelitian telah di laksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2012.
3.6.
Tehnik Pengumpulan Data
1. Mengetahui gambaran frekuensi dan durasi his
pada ibu hamil multigravida dengan pemberian
oksitosin Intramusculer . Peneliti melakukan pencatatan his yang terjadi, yaitu
dalam 10 menit setiap 30 menit sampai his berakhir dan ibu segera melahirkan.
Data his diperoleh tadi kemudian akan disajikan dalam bentuk grafik peningkatan
his.
2. Mengetahui
gambaran frekuensi his dan durasi his pada ibu hamil multigravida dengan pemberian oksitosin Intramusculer, peneliti
melakukan pencatatan his yang terjadi, yaitu dalam 10 menit setiap 30 menit
sampai his berakhir dan ibu segera melahirkan. Data his yang diperoleh tadi
kemudian akan disajikan dalam bentuk peningkatan his.
3. Mengetahui gambaran rata-rata frekuensi dan
durasi pada ibu hamil multigravida dengan pemberian oksitosin Intramusculer,
peneliti melakukan penjumlahan dari seluruh his yang terjadi, yaitu dalam 10
menit setiap 30 menit sampai his berakhir dan ibu segera melahirkan. Data his
yang diperoleh tadi kemudian akan disajikan dalam bentuk grafik peningkatan
his.
4. Mengetahui gambaran rata-rata lama his sebelum
proses persalinan pada ibu hamil multigravida dengan pemberian oksitosin
Intramusculer, peneliti melakukan penjumlahan dari seluruh jumlah his yang
terjadi, yaitu dalam 10 menit setiap 30 menit sampai his berakhir dan ibu
segera melahirkan. Data his yang diperoleh tadi kemudian kan di sajikan dalam
bentuk grafik peningkatan his.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar