Jumat, 30 November 2012

KTI Q

  


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar belakang
Angka kematian ibu di dunia berdasarkan data WHO tahun 2003 didapatkan bahwa dalam setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan proses kehamilan dan persalinannya.  Partus lama rata-rata di dunia menyebabkan kematian ibu sebesar 8 % dan di Indonesia sebesar 9 %.  Kejadian partus lama di RSIA Siti Fatimah untuk Tahun 2006 adalah 74 kasus dari 2552 persalinan yaitu sekitar 2,89% dari seluruh persalinan.Penelitian yang dilakukan Soekiman di RS Mangkuyudan di Yogyakarta didapatkan bahwa dari 3005 kasus partus lama, terjadi kematian pada bayi sebanyak 16,4% (50 bayi), sedangkan pada ibu didapatkan 4 kematian, 17 perdarahan, 1 robekan portio dan robekan perineum subtotal.  Mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kejadian partus lama pada ibu dan janin maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui beberapa faktor risiko kejadian partus lama. (http://www.infokeperawatan.com/id/partus-lama-menurut-who.html.Diakses pada tanggal 28-10-2011 pukul 28-11-2011 pukul 13.05 WIB )
Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia saat ini tergolong masih tinggi yaitu mencapai 228 per 100.000 kelahiran berdasarkan hasil survei demografi kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007. Angka 300 per 100.000 kelahiran pada tahun 2004. Kasus kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tergolong cukup tinggi. Padahal berdasarkan Sasaran Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goal (MDG), kematian ibu melahirkan ditetapkan pada angka 103 per 100.000 kelahiran.
Berdasarkan data hasil survei UNFPA dan BPS (Badan Pusat Statistik) 2005, AKI Sumsel mencapai 467 per 100 ribu kelahiran hidup. Angka ini masih berada jauh di atas target Indonesia Sehat 2010 dan Sumsel Sehat 2008 yang menargetkan penurunan AKI menjadi 175 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka kematian ibu (AKI) di Provinsi Sumatera Selatan masih tinggi. Pada 2005 lalu, AKI Sumsel melebihi AKI nasional yang hanya 307 per 100.000 kelahiran hidup (data2004).
         Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum dikatakan inpartu bila kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks.
Oksitosin memainkan peran penting pada siklus reproduksi wanita. Selama menstruasi oksitosin bertanggung jawab untuk menyebabkan kontraksi uterus yang mengarah pada pelepasan dan pengeluaran dari lapisan rahim. Dan inilah kemampuan untuk menyebabkan kontraksi uterus yang membuat oksitosin menjadi hormon yang sangat penting perannya pada saat melahirkan, karena hormon ini memainkan peranan penting dalam memicu dan mengatur kontraksi selama persalinan. (Rahardjo, 2009).
Cara kerja oksitosin adalah menyebabkan kontraksi otot polos uterus sehingga digunakan dalam dosis farmakologik untuk menginduksi persalinan. Sebelum bayi lahir pada proses persalinan yang timbul spontan ternyata rahim sangat peka terhadap oksitosin Dengan dosis beberapa miliunit permenit intra vena.Pemakaian pompa infus dianjurkan untuk pemberian oksitosin melalui intavena. Oksitosin bekerja satu menit setelah pemberian intravena, peningkatan kontaksi uterus dimulai segera setelah setelah pemberian. Waktu p[aruh oksitosin diperkirakan berkisar 1-20 menit bahkan apabila oksitosin diberikan intravena maka waktu paruhnya sangat pendek yaitu diperkirakan 3 menit. (Rahajdo, 2009)
Oksitosin dapat berpengaruh pada kontraksi uterus karena pengaruh oksitosin (hormon yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisa dan menyebabkan kontraksi rahim selama persalinan). Persalinan biasanya berlangsung selama tidak lebih dari 12-14 jam (pada kehamilan pertama) dan pada kehamilan berikutnya cenderung lebih singkat 6-8 jam.
Oksitosin dapat berpengaruh pada saat proses persalinan dimana oksitosin merangsang kontraksi otot uterus dengan ritme tertentu bergantung pada besarnya dosis yang diberikan. Kerja oksitosin pada uteri ini juga dipengaruhi oleh adanya hormon estrogen dan progesteron. (Rahajdo, 2009)
Di Indonesia pelaksanaan induksi didasarkan pada scoring yang sedikit berbeda, ketentuan penilaian menurut Saifuddin (2002) jika pembukaan ≥ 6, induksi cukup dilakukan dengan oksitosin sedangkan jika pembukaan ≤ 5, perlu dilakukan pemetangan serviks terdebih dahulu dengan pemberian prostaglandin atau pemasangan foley kateter.
Melihat pentingnya pananganan persalinan kala II lama menuntut keterampilan yang memadai petugas kesehatan yang akan menolong persalinan tersebut. Maka peneliti tertarik untuk meneliti gambaran Pemberian Oksitosin Intramusculer Ibu Bersalin normal Multigravida pada fase aktif.
1.2.    Rumusan Masalah
         Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti dapat merumuskan masalah dalam penelitian, sebagai berikut “ Bagaimana Gambaran Pemberian Okitosin intramuscular terhadap frekuensi his, durasi his, lama proses persalinan pada  ibu bersalin normal multigravida pada  fase aktif  Di Rumah Bersalin UMMI Tahun 2012.”
1.3.    Pertanyaan Penelitian
1.  Bagaimana gambaran frekuensi his  pada ibu Multigravida di Rumah Bersalin UMMI.
2.    Bagaimana gambaran durasi his ibu Multigravida di Rumah Bersalin UMMI.
3.  Bagaimana gambaran lama persalinan persalinan pada ibu Multigravida di Rumah
        Bersalin UMMI.  


1.4.    Tujuan Penelitian
         1.4.1.  Tujuan Umum
            Untuk mengetahui gambaran Pemberian Okitosin intramuscular terhadap His, Penurunan Kepala, Kecepatan Proses Persalinan ibu bersalin normal multigravida pada  fase aktif  di Rumah Bersalin UMMI.
1.4.2.  Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran his pada ibu bersalin normal multigravida dengan pemberian oksitosin secara intramusculer pada fase aktif.
2.  Untuk mengetahui gambaran durasai his pada ibu bersalin normal multigravida dengan pemberian oksitosin secara intramuscular pada Fase aktif.
3.  Untuk  mengatahui gambaran lama persalinan normal pada ibu bersalin normal multigravida dengan pemberian oksitosin secara intramuscular pada fase aktif.
1.5.  Manfaat Penelitian
         Penelitian ini diharapkan bermanfaat agar meningkatkan pemahaman bidan terhadap proses yang terjadi pada ibu bersalin dengan oksitosin sehingga bidan atau tenaga kesehatan mengetahui seberapa besar efektifitas pemberian oksitosin saat pelaksanaan asuhan kebidanan kala II.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1.   Proses Persalinan Normal
1.             Definisi Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin) yang telah cukup bulan atau hidup di luar kandungan melalui jalan lahir, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba,2005.)
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. ( Wiknjosatro, Gulardi JNPK-KR, 2006).
         Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu, proses ini dimulai dengan kontrasepsi persalinan sejati yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Varney, 2008).
         Dasar asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermia, dan aspeksia bayi baru lahir.  (Wiknjosatro, Gulardi JNPK-KR, 2008).
        Bentuk persalinan berdasarkan definisi sebagai berikut :
1.    Persalinan Spontan
Bila persalinan seluruhnya dengan kekuatan ibu sendiri.
2.    Persalinan Buatan
Bila persalinan dengan bantuan kekuatan dari luar.
3.    Persalinan Anjuran
Bila kekuatan yang diperlakukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.
2.     Sebab-sebab Mulainya Persalinan
 Bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berlaku berkaitan dengan mulainya terjadi kekuatan his. Ada dua hormon yang dominan mempengaruhi kehamilan, yaitu :
1.    Estrogen
a.       Meningkatkan sensifitas otot rahim
b.       Memudahkan rangsangan dari luar seperti rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanik.
2.    Progesteron
a.    Menurunnya sensifitas otot rahim
b.    Memudahkan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanik.
c.    Menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.
Estrogen dan progesteron terdapat dalam keseimbangan sehingga kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron menyebabkan oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis parts posterior yang dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Broxton hicks akan menjadi kekuatan dominan saat memulainya persalinan oleh karena itu makin tua hamil, frekuensi kontraksi makin sering.
  Oksitosin diduga bekerjasama atau melalui prostaglandin yang makin meningkat mulai dari umur kehamilan minggu ke-15. Disamping itu faktor gizi ibu hamil dan keregangan otot rahim memberikan pengaruh penting untuk dimulainya kontraksi rahim.
        Beberapa teori yang menyatakan kemungkinan proses persalinan :
1.    Teori Keregangan
a.    Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
b.    Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
c.    Contohnya pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu sehingga menimbulkan proses persalinan.


2.    Teori Penurunan Progesteron
a.    Proses penurunan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan.
b.    Produksi progesteron mengalami penurunan sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin.
c.    Akibatnya otot rahim mulai kontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
3.    Teori Oksitosin Internal
a.    Perubahan keseimbangan produksi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktfitas sehingga persalinan dapat di mulai.
b.    Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktifitas sehingga persalinan dapat dimulai.
4.    Teori Prostaglandin
a.    Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu yang di keluarkan.
b.    Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
c.    Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
5.    Teori Hipotalamus Pituitary dan Grandula Suprarenalis
a.    Teori ini menunjukan pada kehamilan dengan anencepalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terhipotalamus.teori ini dikemukakan oleh lingging tahun 1973.
b.    Pemberian kostikosteroid yang dapat menyebabakan maturitas janin,induksi mulainya persalinan. (Manuaba, 2005)
3.      Tanda-tanda Permulaan Persalinan
Gejala persalinan sebagai berikut :
a.       Terjadinya HIS persalinan
Kekuatan HIS makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek. HIS persalinan mempunyai sifat pinggang terasa sakit yang menjalar kedepan, sifatnya teratur mempunyai pengaruh terhadap pembukaan serviks, semakin beraktifitas makin bertambah.
b.       Pengeluaran lendir dan darah
Dengan HIS persalinan terjadi perubahan serviks yang menimbulkan pendataran tanpa pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas, terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah
c.       Pengeluaran cairan
          Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan cairan, sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.
d.       Perubahan serviks
          Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks seperti pelunakan serviks, pendataran serviks dan pembukaan serviks. (Manuaba, 2005)
2.1.1     His pada Proses Persalinan Normal
            His (kontraksi) adalah serangkaian kontraksi rahim yang teratur, yang secara bertahap akan mendorong janin melalui serviks (rahim bagian bawah) dan vagina (jalan lahir), sehingga janin keluar darim rahim ibu. His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri di mana tuba fallopi memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut di dapat dari “pacemaker” yang terdapat di dinding uterus daerah tersebut. Frekuensi his adalah jumlah his dalam waktu tertentu. (Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007)
           Kontraksi menyebabkan serviks membuka secara bertahap (mengalami dilatasi), menipis dan tertarik sampai harus menyatu dengan rahim. Perubahan ini memungkinkan janin bisa melewati jalan lahir. His biasanya mulai dirasakan dalam waktu 2 minggu (sebelum atau sesudah) tanggal perkiraan persalinan. Penyebab yang pasti dari mulai timbulnya his tidak diketahui. Mungkin karena pengaruh dari oksitosin (hormon yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisa dan menyebabkan kontraksi rahim selama persalinan). Terjadi his, akibat keraja hormon oksitosin, regangan dinding uterus oleh konsepsi, dan rangsangan terhadap pleksus saraf  Frankenhauser yang tertekan massa konsepsi.
His yang baik dan ideal meliputi :
1.     kontraksi simultan simetris di seluruh uterus
2.    kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus
3.    terhadap periode relaksasi di antara dua periode kontraksi
4.    terdapat retraksi otot-otot korpus uteri setiap sesudah his
5.    serviks uteri yang banyak mengandung kolagen dan kurang mengandung serabut otot, akan tertarik ke atas oleh retraksi otot-otot korpus, kemudian terbuka secara pasif dan mendatar (cervical effacement).
             His yang sempurna mempunyai kejang otot paling tinggi difundus uteri yang lapisan ototnya sangat tebal, dan puncak kontraksi terjadi simultan dari seluruh bagian uterus. Sesudah tiap his, otot-otot korpus uteri menjadi lebih pendek daripada sebelumnya. Dalam obstetrik kurang mengandung otot maka serviks tertarik dan dibuka, lebih-lebih jika ada tekanan oleh bagian besar janin yang keras, umpamanya kepala yang merangsang fleksus saraf setempat. (Prawirohardjo, 2007)
2.1.2     Penurunan Kepala pada Proses Persalinan Normal
1.    Turunnya Kepala
A.      Masuknya Kepala
Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul pada Multigravida sudah terjadi bulan terakhir dari kehamilan tetapi pada multi para biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan.
                    Masukknya kepala ke dalam PAP biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan.
a.    kalau sutura sagitalis dalam diameter anteroposterior dari PAP, maka masuknya kepala tentu lebih sukar, karena menempati ukuran yang terkecil dari PAP .
b.    kalau sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir, ialah tepat di antara symphysis dan promontorium,maka dikatakan kepala dalam.
B.        Majunya Kepala
Pada Multigravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk ke dalam rongga panggul dan biasanya baru mulai pada kala ll. Majunya kepala ini bersamaan dengan gerakan-gerakkan yang lain ialah : fleksi, putaran paksi-dalam,dan ekstensi.
Yang menyebabkn majunya kepala ialah :
ü  tekanan cairan intrauterin 
ü  tekanan langsung oleh fundus pada bokong
ü  kekuatan mengejan
ü  melurusnya badan anak oleh perubahan bentuk rahim.
2.       Fleksi
Dengan majuya kepala biasanya juga fleksi bertambah hingga ubun-ubun kecil jelas lebih rendah dari ubun-ubu besar. Fleksi ini disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir PAP, cervix, dinding panggul atau dasar panggul.Akibat dari kekuatan ini ialah terjadinya fleksi karena moment yang menimbulkan fleksi lebih besar dari moment yang menimbulkan defleksi.

2.       Putaran paksi dalam
Putaran paksi dalam ialah :
      pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar kedepan ke bawah symphysis.  Pada presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan ke bawah symphysis.
      Putaran paksi dalam tidak terjadi tersendiri, tetapi selalu bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai ke H III, kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasr panggul.
    Sebab-sebab putaran paksi dalam :
1.       Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah bagian kepala.
2.       Bagian terendah dari kepala mencari tahanan yang paling sedikit terdapat sebelah depan atas dimana terdapat hiatus genitalis musculus levator ani kiri dan kanan.
3.       Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior  
3.        Extensi
 Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul, terjadi extensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan dan atas, sehingga kepala harus mengadakan extensi untuk melaluinya. Kalau tidak terjadi extensi,kepala akan tertekan pada perineum dan menembusnya.
Pada kepala berkerja dua kekuatan,yang satu mendesaknya ke bawah dan satunya disebabkan tahanan dasar panggul yang menolaknya keatas.resultantenya ialah kekuatan ke arah depan atas.
4.        Putaran paksi luar
        Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.Gerakan ini disebut : Putaran restitusi (putaran balasan=putaran paksi luar)
Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber ischiadicum sepihak (di sini kiri).
Gerakkan yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu (diameter bisacrominal) menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari PAP.
5.          Expulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah symphysis dan menjadi hypomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahir.
         Di atas telah diuraikan jalannya persalinan dengan positio occipito transversa ialah dengan ubun-ubun kecil kiri melintang. Kalau ubun-ubun kecil kanan melintang maka jalannya persalinan sama,hanya ubun-ubun kecil sekarang memutar ke kanan artinya searah dengan jarum jam (Sinopsis Obstetri, 1998).
2.1.3     Kecepatan Proses Persalinan Normal
Faktor yang perlu dinilai dan dicatat dalam persalinan :
1.    Waktu terjadinya kontraksi uterus pertama kali, frekuensi kontraksi uterus, keadaan selaput ketuban, riwayat perdarahan atau gangguan pada gerakan janin.
2.    Riwayat alergi, medikasi, saat makan terakhir.
3.    Tanda vital ibu, protein urine dan glukosa serta pola kontraksi uterus.
4.    Detik jantung janin, presentasi dan tafsiran berat badan janin.
5.    Keadaan selaput ketuban, dilatasi & pendataran servik dan derajat penurunan bagian terendah janin melalui pemeriksaan dalam (vaginal toucher) kecuali bila terdapat kontraindikasi melakukan VT (perdarahan antepartum).
Pada saat masuk kamar bersalin perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium :
1.    Hematokrit dan hemoglobin.
2.    Faal pembekuan darah (waktu pembekuan dan waktu perdarahan).
3.    Golongan darah.  

a.    PERSALINAN KALA I
1.   Pasien diperkenankan untuk berjalan-jalan sesuai keinginannya.
2.   Tidak perlu puasa, dapat diberikan makan dalam bentuk cair.
3.       Bila perlu dapat diberikan cairan intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan kalori.
4.    Nadi dan tekanan darah diperiksa setiap 2 – 4 jam.
5.       Dilakukan pencatatan keseimbangan cairan (produksi urine dan cairan intravena atau peroral).
6.       Dapat dipertimbangkan pemberian analgesia bila pasien memerlukan oleh karena merasa sangat nyeri dan tidak bisa hilangk dengan pemberian informasi mengenai jalannya persalinan.
7.       Pemeriksaan kesehatan janin melalui pemantauan janin dengan kardiotokografi.
8.       Pada kasus resiko rendah dengarkan DJJ tiap 30 menit (pada kasus resiko tinggi setiap 15 menit) segera setelah kontraksi uterus.
9.       Pemantauan kontraksi uterus melalui palpasi dilakukan tiap 30 menit untUk menentukan frekuensi, durasi dan intensitas his. Pada fase aktif penilaian dilatasi dan desensus dengan VT dilakukan tiap 2 jam. Tindakan amniotomi rutin tidak boleh dilakukan sebelum dilatasi servik lengkap.
b.   PERSALINAN KALA II
1.    Pada awal kala II (dilatasi servik lengkap), terdapat reflek meneran dari ibu pada tiap  kontraksi uterus.
2.   Tekanan abdomen disertai dengan kontraksi uterus akan mendorong janin keluar dari jalan lahir.
3.    Pada kala II, kemajuan persalinan ditentukan berdasarkan derajat desensus (gambar 12.2). Pada saat bagian terendah janin berada setinggi spina ischiadica maka dikatakan penurunan pada stasion 0.
4.    Pada multigravida, umumnya kala II berlangsung selama  ± 20 menit.  
c.    MEKANISME PERSALINAN NORMAL
Selama proses persalinan, janin melakukan serangkaian gerakan untuk melewati panggul - “seven cardinal movements of labor” yang terdiri dari :
1.    Engagemen
2.    Fleksi
3.    Putar paksi dalam
4.    Ekstensi
5.    Putar paksi luar
6.    Ekspulsi
Gerakan-gerakan tersebut menyebabkan janin dapat mengatasi rintangan jalan lahir dengan baik sehingga dapat terjadi persalinan per vaginam secara spontan.
(hhtp://obfkumj.blogspot.com/2009/06/proses-persalinan-normal.html. Diakses pada tanggal 20-12-2011 pukul 15.24 WIB)

2.1.1       Multigravida 
              Gravida atau kehamilan atau suatu peristiwa alami dan fisiologis yang terjadi pada wanita yang didahului oleh suatu peristiwa fertilisasi yang membentuk zigot dan akhirnya menjadi janin yang mengalami proses perkembangan di dalam uterus sampai proses persalinan (Manuaba, 2002).
 Gravida adalah banyaknya anak lahir hidup oleh seorang wanita (Manuaba, 2002).
 Multigravida adalah seorang wanita yang sudah pernah hamil lebih dari satu kali (Prawihardjo, 2002).
     Multigravida adalah seorang wanita pernah hamil dan melahirkan bayi genap bulan ( Manuaba, 2002).
2.2.1       His pada Proses Persalinan Normal Multigravida
              His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri pada daerah di mana tuba falopii memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut didapat dari ‘pacemaker’ yang terdapat di dinding uterus daerah tersebut. Resultante efek gaya kontraksi tersebut dalam keadaan normal mengarah ke daerah lokus minoris yaitu daerah kanalis servikalis (jalan laihir) yang membuka, untuk mendorong isi uterus ke luar.   
Untuk kala 1 ibu yang sudah pernah melahirkan berbeda dengan ibu yang belum pernah melahirkan. Untuk seorang multigarvida kala 1 berlangsung kira – kira selama 7 jam sat mengalami kontraksi. Proses pembukaan mulut rahim  pada multigravida  mulut rahim mendatar secar bersama.         
2.2.2      Penurunan Kepala pada Proses Persalinan Normal Multigravida
             Turunnya kepala dibagi menjadi dua yaitu masuknya kepala dalam pintu atas panggul, dan majunya kepala pada multigravida (yang sudah pernah hamil sebelumnya) biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan.
            Masuknya kepala kedalam pintu atas panggul biasanya dengan sutura sagitalis, melintang dan dengan fleksi yang ringan,Masuknya sutura sagitalis terdapat ditengah-tengah jalan lahir, ialah tepat diantara simpisis dan promontorium, maka kepala dikatakan dalam synclitismus dan synclitismus os parietal depan dan belakang sama tingginya.Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati simpisis atau agak kebelakang mendekati promontorium maka posisi ini disebut asynclitismus,Pada pintu atas panggul biasanya kepala dalam asynclitismus posterior yang ringan. Asynclitismus posterior ialah jika sutura sagitalis mendekati simpisis dan os parietal belakang lebih rendah dari os parietal depan. Asynclitismus anterior ialah jika sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os parietal depan lebih rendah dari os parietal belakang.
Pada multigravida sebaiknya majunya kepala dan masuknya kepala kedalam rongga panggul terjadi bersamaan. Yang menyebabkan majunya kepala : Tekanan cairan intrauterin, tekanan langsung oleh fundus pada bokong, kekuatan meneran, melurusnya badan janin oleh perubahan bentuk rahim.
Penurunan terjadi selama persalinan oleh karena daya dorong dari kontraksi dan posisi, serta peneranan selama kala 2 oleh ibu.
1.              Fiksasi (engagement) merupakan tahap penurunan pada waktu diameter biparietal dari kepala janin telah masuk panggul ibu
2.             Desensus merupakan syarat utama kelahiran kepala, terjadi karena adanya tekanan cairan amnion, tekanan langsung pada bokong saat kontraksi, usaha meneran, ekstensi dan pelurusan badan janin
3.             Fleksi, sangat penting bagi penurunan kepala selama kala 2 agar bagian terkecil masuk panggul dan terus turun. Dengan majunya kepala, fleksi bertambah hingga ubun-ubun besar. Keuntungan dari bertambahnya fleksi ialah ukuran kepala yang lebih kecil melalui jalan lahir yaitu diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan diameter suboccipito frontalis (11,5 cm). Fleksi disebabkan karena janin didorong maju, dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir pintu atas panggul, serviks, dinding panggul atau dasar panggul. Akibat dari kekuatan dorongan dan tahanan ini terjadilah fleksi, karena moment yang menimbulkan fleksi lebih besar dari moment yang menimbulkan defleksi.
4.             Putaran paksi dalam/rotasi internal, pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan ke bawah sympisis. Pada presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar kedepan kebawah simpisis. Putaran paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran kepala karena putara paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam tidak terjadi tersendiri, tetapi selalu kepala sampai ke hodge III, kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasa panggul. Sebab-sebab putaran paksi dalam : Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah dari kepala. Pada bagian terendah dari kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit yaitu pada sebelah depan atas dimana terdapat hiatus genetalis antara M. Levator ani kiri dan kanan. Pada ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior
5.             Rotasi internal dari kepala janin akan membuat diameter enteroposterior (yang lebih panjang) dari kepala akan menyesuaikan diri dengan diameter anteroposterior dari panggul.
6.             Ekstensi, setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai didasar panggul, terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini terjadi pada saat lahir kepala, terjadi karena gaya tahanan dari dasar panggul dimana gaya tersebut membentuk lengkungan Carrus, yang mengarahkan kepala keatas menuju lubang vulva sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Bagian leher belakang dibawah occiputnya akan bergeser dibawah simpisis pubis dan bekerja sebagai titik poros. Uterus yang berkontraksi kemudian memberi tekanan tambahan atas kepala yang menyebabkan ekstensi kepala lebih lanjut saat lubang vulva-vagina membuka lebar. Pada kepala bekerja dua kekuatan, yang satu mendesaknay ekbawah dan satunya kerena disebabkan tahanan dasar panggul yang menolaknya keatas. Resultantenya ialah kekuatan kearah depan atas.
7.             Setelah subocciput tertahan pada pinggir bawah sympisis maka yang dapat maju karena kekuatan tersebut diatas adalah bagian yang berhadapan dengan subocciput, maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun-ubun besar, dahi hidung dan mulut dan akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi. Subocciput yang menjadi pusat pemutaran disebut hypomoclio
8.             Rotasi eksternal/putaran paksi luar, terjadi bersamaan dengan perputaran interior bahu. Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang etrjadi karena putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi.
9.              Restitusi adalah perputaran kepala sejauh 45 baik kearah kiri atau kanan bergantung pada arah dimana ia mengikuti perputaran menuju posisi oksiput anterior. Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber ischidicum. Gerakan yang terakhir ini adalah gerakan paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu, menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu bawah panggul.
10.         Ekspulsi, setelah putaran paksi luar bahu depan sampai dibawah sympisis dan menjadi hypomoclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahi mengikuti lengkung carrus (kurva jalan lahir) (Sinopsis Obstetri, 1998).
2.2.3     Kecepatan Proses persalinan Normal multigravida
            Persalinan kala 2 adalah proses pengeluaran buah kehamilan sebagai hasil pengenalan proses dan penatalaksanaan kala pembukaan yang dimulai dengan pembukaan lengkap dari serviks dan berakhir dengan lahirnya bayi. Lamanya kala dua menurut Friedman adalah 15 menit untuk multigravida. Pada kala 2 yang berlangsung 1 jam pada multipara dianggap sudah abnormal oleh mereka yang setuju dengan pendapat Friedman, tetapi saat ini hal tersebut tidak mengindikasikan perlunya melahirkan bayi dengan forceps atau vakum ekstraksi. Kontraksi selama kala dua adalah sering, kuat dan sedikit lebih lama yaitu kira-kira 2 menit yang berlangsung 60-90 detik dengan interaksi tinggi dan semakin ekspulsif sifatnya.
Tanda-tanda bahwa kala 2 persalinan sudah dekat
1.       Ibu merasa ingin meneran (dorongan meneran/doran)
2.       Perineum menonjol (perjol)
3.       Vulva vagina membuka (vulka)
4.       Adanya tekanan pada spincter anus (teknus)
5.       Jumlah pengeluaran air ketuban meningkat
6.       Meningkatnya pengeluaran darah dan lender
7.       Kepala telah turun didasar panggul
8.       Ibu kemungkinan ingin buang air besar
Diagnosis pasti
1.       Telah terjadi pembukaan lengkap
2.       Tampak bagian kepala janin melalui bukaan introitus vagina
Perubahan fisiologi kala 2 persalinan
1.       Kontraksi, dorongan otot-otot dinding uterus
2.       Pergeseran dinding uterus
3.       Ekspulsi janin
(Manuaba, 2006)
2.3.            Oksitosin
1.            Pengertian Oksitosin
Oksitosin (bahasa Yunani: (ŏk'sĭ-tō'sĭn), kelahiran cepat) (bahasa Inggris: oxytocin, OT, pitocin, syntocinon) adalah hormon pada manusia yang berfungsi untuk merangsang kontraksi yang kuat pada dinding rahim/uterus sehingga mempermudah dalam membantu proses kelahiran.
            Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi di hipotalamus dan diangkut lewat aliran aksoplasmik ke hipofisis posterior yang jika mendapatkan stimulasi yang tepat hormon ini akan dilepas kedalam darah. Hormon ini di beri nama oksitosin berdasarkan efek fisiologisnya yakni percepatan proses persalinan dengan merangsang kontraksi otot polos uterus. Peranan fisiologik lain yang dimiliki oleh hormon ini adalah meningkatkan ejeksi ASI dari kelenjar mammae. (Rahardjo, 2009)
2.                   Bagaimana Proses Pengeluaran Oksitosin pada Manusia
            Impuls neural yang terbentuk dari perangsangan papilla mammae merupakan stimulus primer bagi pelepasan oksitosin sedangkan distensi vagina dan uterus merupakan stimulus sekunder. Estrogen akan merangsang produksi oksitosin sedangkan progesterone  sebaliknya akan menghambat produksi oksitosin. Selain di hipotalamus, oksitosin juga disintesis di kelenjar gonad, plasenta dan uterus mulai sejak kehamilan 32 minggu dan seterusnya. Konsentrasi oksitosin dan juga aktivitas uterus akan meningkat pada malam hari.
3.      Faktor yang Mempengaruhi Pelepasan oksitosin endogenus ditingkatkan oleh:
a.  Persalinan
b.  Stimulasi serviks, vagina dan payudara
c.   Estrogen yang beredar dalam darah 
d.   Peningkatan osmolalitas/konsentrasi plasma
e.  Volume cairan yang rendah dalam sirkulasi darah
f.   Stress, stress yang disebabkan oleh tangisan bayi akan menstimulasi   pengeluaran ASI
4.      Pengaruh Pelepasan  Oksitosin DiSupresi  oleh:
a.  Alkohol
b.  Relaksin
c.  Penurunan osmolalitas/konsentrasi plasma
d.  Volume cairan yang tinggi dalam sirkulasi darah
5.             Bagaimana Kerja Mekanisme Kerja Oksitosin
             Pada otot polos uterus. Mekanisme kerja dari oksitosin, hormon ini akan menyebabkan kontraksi otot polos uterus sehingga digunakan dalam dosis farmakologik untuk menginduksi persalinan. Sebelum bayi lahir pada proses persalinan yang timbul spontan ternyata rahim sangat peka terhadap oksitosin Dengan dosis beberapa miliunit permenit intra vena.
      Karena oksitosin merangsang kontraktilitas uterus maka hormon ini digunakan untuk memperlancar persalinan, tetapi tidak akan memulai persalinan kecuali kehamilan sudah aterm. Didalam uterus terdapat reseptor oksitosin 100 kali lebih banyak pada kehamilan aterm dibandingkan dengan kehamilan awal. Jumlah  estrogen yang meningkat pada kehamilan aterm dapat memperbesar jumlah reseptor oksitosin. Begitu proses persalinan dimulai serviks akan berdilatasi sehinga memulai refleks neural yang menstimulasi pelepasan oksitosin dan kontraksi uterus selanjutnya. Faktor mekanik seperti jumlah regangan atau gaya yang terjadi pada otot, mungkin merupakan hal penting.
6.                    His Oksitosin pada Proses Persalinan Normal
             His (Kontraksi) adalah serangkaian kontraksi rahim yang teratur, yang secara bertahap akan mendorong janin melalui serviks (rahim bagian bawah) dan vagina (jalan lahir), sehingga janin keluar dari rahim ibu. Kontraksi menyebabkan serviks membuka secara bertahap (mengalami dilatasi), menipis dan tertarik sampai menyatudengan rahim.  Perubahan ini memungkinkan janin bisa melewati jalan lahir.
Pembukaan serviks
(hhtp://obfkumj.blogspot.com/2009/06/proses-persalinan-normal.html.Diakses pada tanggal 20-12-2011 pukul 15.24 WIB)
             His biasanya mulai dirasakan dalam waktu 2 minggu (sebelum atau sesudah) tanggal perkiraan persalinan. Penyebab yang pasti dari mulai timbulnya his tidak diketahui. Mungkin karena pengaruh dari oksitosin (hormon yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisa dan menyebabkan kontraksi rahim selama persalinan). Persalinan biasanya berlangsung selama tidak lebih dari 12-14 jam (pada kehamilan pertama) dan pada kehamilan berikutnya cenderung lebih singkat (6-8 jam).
                Oksotosin ada di asam amnio peptida sembilan yang disintesa pada syaraf hipotalamus dan dialirkan ke akson dari Pituitary Posterior untuk disekresikan ke dalam darah. Oksitosin juga disekresikan ke dalam otak dan dari beberapa jaringan. Adapun fungsi dari oksitosin adalah menstimulasi kontraksi otot halus kandungan sewaktu melahirkan.
             Pada waktu akhir kehamilan, uterus harus berkontraksi secara hebat dan semakin lama agar janin keluar. Sepanjang tahap kehamilan selanjutnya, terjadi peningkatan yang besar pada reseptor Oksitosin pada sel otot halus kandungan, yang diasosiasikan dengan peningkatan iritabilitas dari uterus.Oksitosin dilepaskan sepanjang masa melahirkan sewaktu janin menstimulasi leher rahim dan vagina. Dan hal itu meningkatkan kontraksi otot halus kandungan agar terjadi proses melahirkan.
                Pada kasus dimana kontraksi tidak cukup agar terjadi kelahiran, dokter terkadang memberikan Oksitosin untuk menstimulasi lebih lanjut kontraksi kandungan- perhatian besar harus dilakukan pada beberapa situasi untuk memastikan janin keluar dengan baik dan mencegah pecahnya uterus (Saifudin, 2008).

7.                   Efek samping oksitosin

            Bila oksitosin sintetik diberikan, kerja fisiologis hormon ini akan meningkat sehingga dapat timbul efek samping yang berbahaya, efek samping tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
a.    Stimulasi berlebih pada uterus
b.    Konstriksi pembuluh darah tali pusat
c.     Kerja anti diuretika
d.     Kerja pada pembuluh darah ( dilatasi )
e.    Mual
f.     Reaksi hipersensitif
(Rahardjo, 2009)

8.             Pengaruh Oksitosin pada Penurunan Kepala
          Pangaruh oksitosin pada penurunan kepala pada dasarnya sama dengan penurunan kepala pada persalinan normal. Pada ibu yang melahirkan tanpa pemberian oksitosin proses penurunan kepala, sama halnya dengan ibu yang melahirkan dengan pemberian oksitosin.
a.              Masuknya Kepala
          Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul pada primigravida sudah terjadi bulan terakhir dari kehamilan tetapi pada multi para biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan, Masukknya kepala ke dalam PAP biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan, kalau sutura sagitalis dalam diameter anteroposterior dari PAP, maka masuknya kepala tentu lebih sukar, karena menempati ukuran yang terkecil dari PAP .
1.    kalau sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir, ialah tepat di antara symphysis dan promontorium,maka dikatakan kepala dalam.
b.     Majunya Kepala
            Pada primigravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk ke dalam rongga panggul dan biasanya baru mulai pada kala ll. Majunya kepala ini bersamaan dengan gerakan-gerakkan yang lain ialah : fleksi, putaran paksi-dalam,dan ekstensi.
Yang menyebabkn majunya kepala ialah :
ü  tekanan cairan intrauterin 
ü tekanan langsung oleh fundus pada bokong
ü kekuatan mengejan
ü melurusnya badan anak oleh perubahan bentuk rahim.
c.                Fleksi
         Dengan majuya kepala biasanya juga fleksi bertambah hingga ubun-ubun kecil jelas lebih rendah dari ubun-ubu besar.
        Fleksi ini disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir PAP, cervix, dinding panggul atau dasar panggul.Akibat dari kekuatan ini ialah terjadinya fleksi karena moment yang menimbulkan fleksi lebih besar dari moment yang menimbulkan defleksi.
d.         Putaran paksi dalam
Yang di maksud dengan putaran paksi dalam ialah :
          pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar kedepan ke bawah symphysis.  Pada presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan ke bawah symphysis.
         Putaran paksi dalam tidak terjadi tersendiri, tetapi selalu bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai ke H III, kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasr panggul.   
Sebab-sebab putaran paksi dalam :
1.  Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah bagian kepala.
2.  Bagian terendah dari kepala mencari tahanan yang paling sedikit terdapat sebelah depan atas dimana terdapat hiatus genitalis musculus levator ani kiri dan kanan.
3.  Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior
e.          Extensi
         Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul, terjadi extensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan dan atas, sehingga kepala harus mengadakan extensi untuk melaluinya. Kalau tidak terjadi extensi,kepala akan tertekan pada perineum dan menembusnya.
          Pada kepala berkerja dua kekuatan,yang satu mendesaknya ke bawah dan satunya disebabkan tahanan dasar panggul yang menolaknya keatas.resultantenya ialah kekuatan ke arah depan atas.
f.          Putaran paksi luar
        Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.Gerakan ini disebut : Putaran restitusi (putaran balasan=putaran paksi luar).
        Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber ischiadicum sepihak (di sini kiri).
        Gerakkan yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu (diameter bisacrominal) menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari PAP.
g.         Expulsi
         Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah symphysis dan menjadi hypomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahir.
         Di atas telah diuraikan jalannya persalinan dengan positio occipito transversa ialah dengan ubun-ubun kecil kiri melintang. Kalau ubun-ubun kecil kanan melintang maka jalannya persalinan sama,hanya ubun-ubun kecil sekarang memutar ke kanan artinya searah dengan    jarum jam. (Sinopsis Obstetri, 1998)
9.                   Pengaruh Oksitosin pada Kecepatan Proses Persalinan
            Pada proses persalinan merangsang terjadinya kontraksi yang penting dalam proses pembukaan vagina (cervical dilatation) sebelum melahirkan dan pada tahap kedua dan ketiga proses persalinan. Persalinan adalah keluarnya/lahirnya janin dan plasenta dari rahim.
           Pada persalinan spontan, untuk mengontrol nyeri selama persalinan digunakan teknik relaksasi dan pernafasan. Untuk mempelajari teknik ini, calon ibu dan suaminya bisa mengikuti latihan di rumah sakit maupun klinik bersalin. Pada teknik relaksasi, ibu secara sadar menegangkan sebagian tubuhnya kemudian mengendurkannya. Teknik ini membantu ibu mengendurkan seluruh tubuhnya ketika rahim berkontraksi dan ketika rahim tidak berkontraksi.
            Beberapa jenis pernafasan bisa membantu ibu dalam menghadapi persalinan tahap I (sebelum diperbolehkan mengedan):
ü  Menarik nafas dalam (untuk membantu ibu relaks), dilakukan pada awal dan akhir   kontraksi
ü Menarik nafas dangkal dan cepat di dada bagian atas, dilakukan pada saat kontraksi mencapai puncaknya
ü Menarik nafas pendek dan cepat diikuti dengan menghembuskan nafas melalui mulut, dilakukan untuk menahan keinginan untuk mengedan (sebelum terjadi pembukaan lengkap).
           Pada stadium II, ibu mulai boleh mengedan dan diselingi dengan menarik nafas cepat dan pendek. Selama hamil, calon ibu dan pasangannya sebaiknya melakukan latihan teknik relaksasi dan pernafasan secara rutin. Selama persalinan berlangsung, sang suami bisa membantu calon ibu dengan mengingatkan apa yang seharusnya dilakukan pada setiap tahapan persalinan dan menenangkannya jika terlihat tegang. Pemijatan bisa membantu mengurangi ketegangan pada calon ibu.      
           Persalinan adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang viable melalui jalan lahir. Proses ini terbagi menjadi empat kala, yaitu Kala I yaitu saat pembukaan mulut rahim sampai mencapai kira-kira 10 cmKala II yaitu saat pengeluaran janin, kala III yaitu setelah keluar janin sampai keluar plasenta, kala IV yaitu mulai keluar plasenta sampai 1-2 jam sesudahnya. Untuk Kala I ibu yang baru pertama kali melahirkan berbeda dgn ibu yang pernah melahirkan. Untuk seorang primigravida Kala I berlangsung kira-kira selama 13-14 jam sejak mengalami kontraksi . Bagi multigravida Kala I berlangsung kira-kira selama 6-7 jam saja. Proses membuka mulut rahim juga berbeda. Pada primigravida mulut rahim mendatar dahulu baru membuka. Sedangkan pada multigravida proses mendatar dan membuka terjadi secara bersamaan
            Di ruang bersalin, ibu dibaringkan pada posisi setengah duduk agar gaya gravitasi bisa digunakan semaksimal mungkin. Tekanan janin membantu peregangan jalan lahir dan perineum secara bertahap sehingga resiko robekan semakin kecil. Posisi ini juga menyebabkan berkurangnya tegangan pada punggung dan panggul ibu. Sebagian ibu lebih menyukai posisi berbaring terlentang meskipuni posisi ini bisa menyebabkan persalinan berlangsung lebih lama dan memerlukan bantuan. Setiap rahim berkontraksi, ibu harus mengedan untuk membantu turunnya janin ke jalan lahir dan untuk memperlebar lubang vagina sehingga bagian kepala janin yang tampak semakin besar.
          Setelah kepala bayi lahir, tubuh bayi akan berputar miring sehingga bahu bisa dilahirkan dengan mudah. Setelah bayi lahir, perut ibu ditekan dengan lembut untuk merangsang kontraksi rahim (Saifudin,2008 )  
2.4.  Penggunaan Oksitosin
1.             Wewenang Bidan Dalam Pemberian Obat dan Aspek Legalnya
Melihat kondisi-kondisi diatas pemberian obat untuk ibu hamil dan masa persalinan memamg harus perlu diperhatikan dan kewaspadaan yang tinggi, dalams hal ini seorang bidan yang mempunyai tanggung jawab, karena banyaknya hal-hal yang harus diperhatikan termasuk beberapa kompartemen yang harus dijaga dari efek yang ditimbulkan oleh obat-obat tertentu, yaitu ibu hamil itu sendiri, plasenta, dan janin.
Demi menghindari adanya kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi karena pemberian obat yang salah oleh bidan pada ibu hamil, maka kementrian kesehatn membuat keputusan tentang kewenangan bidan dalam pemberian obat, kewenangan ini dituliskan pada KEPMENKES 900 dan KEPMENKES 396 mengenai obat. Adapun uraian KEPMENKES 900 tentang kewnanagn bidan adalah sebagai berikut:
Lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 900/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal : 25 Juli 2002


2.            Petunjuk  Pelaksanaan  Praktik  Bidan
1.       Pemberian kewenangan lebih luas kepada bidan dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kegawatan obstetri dan neonatal kepada setiap ibu hamil/ bersalin, nifas dan bayi baru lahir (0-28 hari), agar penanganan dini atau pertolongan pertama sebelum rujukan dapat dilakukan secara cepat dan tepat waktu.
2.  Dalam menjalankan kewenangan yang diberikan, bidan harus:
a. Melaksanakan tugas kewenangan sesuai dengan standar profesi;
b. Memiliki ketrampilan dan kemampuan untuk tindakan yang dilakukannya;
c. Mematuhi dan melaksanakan protap yang berlaku diwilayahnya;
d. Bertanggung jawab atas pelayanan yang diberikan dan berupaya secara optimal
dengan mengutamakan keselamatan ibu dan bayi atau janin.
3.  Pelayanan kebidanan kepada wanita oleh bidan meliputi pelayanan pada masa pranikah termasuk remaja putri, prahamil, kehamilan, persalinan, nifas, menyusui dan masa antara kehamilan (periode interval).
4.  Pelayanan kepada wanita dalam masa pranikah meliputi konseling untuk remaja  putri, konseling persiapan pranikah dan pemeriksaan fisik yang dilakukan menjelang pernikahan. Tujuan dari pemberian pelayanan ini adalah untuk mempersiapkan wanita usia subur dan pasangannya yang akan menikah agar mengetahui kesehatan reproduksi, sehingga dapat berprilaku reproduksi sehat secara mandiri dalam kehidupan rumah tangganya kelak.
5.  Pelayanan kebidanan dalam masa kehamilan, masa persalinan dan masa nifas meliputi pelayanan yang berkaitan dengan kewenangan yang diberikan. Perhatian khusus diberikan pada masa sekitar persalinan, karena kebanyakan kematian ibu dan bayi terjadi pada masa tersebut.
6. Pelayanan kesehatan kepada anak diberikan pada masa bayi (khususnya bayi baru lahir),balita dan anak pra sekolah.
7. Dalam melaksanakan pertolongan persalinan, bidan dapat memberikan uterotonika.
8.  Pelayanan dan pengobatan kelainan ginekologik yang dapat dilakukan oleh bidan adalahkelainan ginekologik ringan, seperti keputihan dan penundaan haid.Pertolonganginekologik yang diberikan tersebut pada dasarnya bersifat pertolongan sementara sebelum dirujuk ke dokter, atau tindak lanjut pengobatan sesuai advis dokter.
9.  Pelayanan kesehatan kepada anak meliputi:
a. Pelayanan neonatal esensial dan tata laksana neonatal sakit diluar rumah sakit yang meliputi:
1.  Pertolongan persalinan yang atraumatik, bersih dan aman
2.  Menjaga tubuh bayi tetap hangat dengan kontak dini
3.  Membersihkan jalan nafas, mempertahankan bayi bernafas spontan
4.  Pemberian ASI dini dalam 30 menit setelah melahirkan
5.  Mencegah infeksi pada bayi baru lahir antara lain melalui perawatan tali pusat secara higienis, pemberian imunisasi dan pemberian ASI eksklusif.
b.  Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir dilaksanakan pada 0 – 28 hari;
c.  Penyuluhan kepada ibu tentang pemberian ASI eksklusif untuk bayi dibawah 6 bulan dan makanan pendamping ASI (MPASI) untuk bayi diatas 6 bulan;
d. Pemantauan tumbuh kembang balita untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak melalui deteksi dini dan stimulasi tumbuh kembang balita;
e. Pemberian obat yang bersifat sementara pada penyakit ringan sepanjang sesuai dengan obat-obatan yang sudah ditetapkan dan segera merujuk pada dokter.
10.    Beberapa tindakan yang termasuk dalam kewenangan bidan anrata lain:
a.   Memberikan imunisasi kepada wanita usia subur termasuk remaja putri, calon pengantin, ibu dan bayi.
b.  memberikan suntikan kepada penyulit kehamilan meliputi pemberian secara  perental antibiotika pada infeksi/ sepsis, oksitosin pada kala III dan .IV untuk mencegah/ penanganan perdarahan postpartum karena hipotania uteri, sedativa pada preeklamsi/ eklamsi, sebagai pertolongan pertama sebelum dirujuk.
c.  Melakukan tindakan amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm pada letak belakang kepala, pada distosia karena inertia uteri dan diyakini bahwa bayi dapat lahir pervaginam.
d. Kompresi bimanual internal dan/ atau eksternal dapat dilakukan untukmenyelamatkan jiwa ibu pada pendarahan postpartum untukmenghentikan pendarahan. Diperlukan keterampilan bidan dan pelaksanaan tindakan sesuai dengan protap yang berlaku.
e.  Versi luar pada gemeli pada kelahiran bayi kedua.
f. Kehamilan ganda seharusnya sejak semula direncanakan pertolongan persalinannya dirumah sakit oleh dokter. Bila hal tersebut tidak diketahui bidan yang menolong persalinan terlebih dahulu dapat melakukan versi luar pada bayi kedua yang tidak dalam presentasi kepala sesuai dengan protap.
e.    Ekstraksi vacum pada bayi dengan kepala di dasar panggul.
f.     Demi penyelamatan hidup bayi dan ibu, bidan yang telah mempunyai kompetensi, dapat melakukan ekstraksi vacum atau ekstraksi cunam bila janin dalam presentasi belakang kepala dan kepala janin telah berada di dasar pinggul.
g.    Resusitasi pada bayi baru lahir dengan akfiksia.
h.    Bidan diberi wewenang untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia, yang sering terjadi pada partus lama, ketuban pecah dini, persalinan dengan tindakan dan pada bayi dengan berat badan lahir rendah, utamanya bayi prematur. Bayi tersebut selanjutnya perlu dirawat di fasilitas kesehatan, khususbya yang mempunyai berat lahir kurang dari 1750 gram.
i.      Hipotermi pada bayi baru lahir. Bidan diberi wewenang untuk melaksanakan penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dengan mengeringkan, menghangatkan, kontak dini dan metode kangguru.
11. Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana harus memperhatikan kompetensi dan protap yang berlaku diwilayahnya meliputi:
a. memberikan pelayanan keluarga berencana yakni pemasangan IUD, alat kontrasepsi bahwa kulit (AKBK), pemberian suntikan, tablet, kondom, diafragma, jelly dan melaksanakan konseling.
b.   Memberikan pelayanan  efek samping pemakaian kontrasepsi
c.   Pertolongan yang diberikan oleh bidan bersifat pertolongan pertama yang perlu
mendapatkan pengobatan oleh dokter bila gangguan berlanjut.
d.  Melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK) tanpa penyulit.
e. Tindakan ini dilakukan atas dasar kompetensi dan pelaksanaanya berdasarkan Protap. Pencabutan AKBK tidak dianjurkan untuk dilaksanakan melalui pelayanan KB keliling.
f.  Dalam keadaan darurat, untuk penyelamatan jiwa, bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan yang diberikan bila tidak mungkin memperoleh pertolongan dari tenaga ahli. Dalam memberikan pertolongan, bidan harus mengikuti protap yang berlaku.
12 . Bidan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat mengacu pada pedoman yang telah ditetapkan.
13. Beberapa kewajiban bidan yang perlu diperhatikan dalam menjalankan kewenangan:
a.   Meminta persetujuan yang akan dilakukan.
b. Pasien berhak mengetahui dan mendapat penjelasan mengenai semua tindakan yang dilakukan kepadanya. Persetujuan dari pasien dan orang terdekat dalam keluarga perlu dimintakan sebelum tindakan dilakukan.
c .  Memberikan informasi.
d.  Informasi mengenai pelayanan/ tindakan yang diberikan dan efek samping  yang ditimbulkan perlu diberikan secara jelas, sehingga memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi dirinya.
e.  Melakukan rekam medis dengan baik.
f. Setiap pelayanan yang diberikan oleh bidan perlu didokumentasikan/ dicatat, seperti hasil pemeriksaan dan tindakan yang diberikan dengan menggunakan
Format yang berlaku.
14.    Penyedian dan penyerahan obat-obatan
     a. bidan harus menyediakan obat-obatan maupun obat suntik sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.
     b. Bidan diperkenankan menyerahkan obat kepada pasien sepanjang untuk keprluan darurat dan sesuai dengan protap
15. Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian dilaksanakan dengan ketentuan sebagai   







2.5.    Kerangka Konsep
Frekuensi His
 Durasi HIS
Lama persalianan / jam
p
 
Oksitosin pada fase aktif dengan kemajuan proses persalianan
 
Proses  Persalinan multigravida
 


KU ibu


 



Keterangan :
(………)            = variabel yang diamati
(         )             = variabel tidak diamati  




BAB III
METODE PENELITIAN


3.1    Design Penelitian
        Penelitian ini adalah penelitian akademik dengan menggunakan metode eksperimental yaitu true eksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional tingkat semi eksplanasi deskriptif analitik yaitu suatu bentuk penelitian yang ditunjukkan untuk fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa waktu, aktifitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. Penelitian ini menggunakan design penelitian yang diamati oleh bidan yaitu dengan menggunakan partograf.  
3.2   Populasi dan Sampel
3.2.1  Populasi
         Populasi pada penelitian ini adalah ibu multigravida yang telah bersalin di Rumah Bersalin UMMI Banten 6 Plaju Palembang pada bulan  Januari sampai  bulan Maret 2012 yang berjumlah 10 orang ibu bersalin multigravida.   
3.2.2  Sampel
         Sampel yang ada pada penelitian ini adalah berjumlah 10 orang ibu bersalin multigravida dengan pemberian oksitosin intramuscular pada fase aktif.
3.2.3  Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
1. Kriteria Inklusi
1.     Pada fase aktif 4 cm sampai 10 cm
2.     Kemajuan persalinan pada multigravida < 2 cm per jam
3.    Tidak berisiko tinggi ( usia < 35 tahun, tidak anemia)
4.     Tidak ada komplikasi (tidak pernah abortus,tidak ada riwayat operasi, tidak ada riwayat kehamilan ektopik)
2. Kriteria Eksklusi
1.    Pada fase laten 1-3 cm
2.    Kemajuan persalinan pada multigravida > 2 cm per jam
3.    Berisiko tinggi ( usia lebih > 35 tahun, anemia)
4.    Ada komplikasi (pernah abortus, ada riwayat operasi, ada riwayat kehamilan ektopik, ada riwayat molahidatidosa)  
3.3         Instrumen dan Bahan Penelitian
Adapun instrumen yang digunakan yaitu :
ü  Quisioner
ü  Partograf
ü  APD (celemek, sepatu boad, masker,)
ü  Hansdcoon
ü  Partus set
ü  Heating set
ü  Bengkok
ü  Waskom
ü  Waslap 2 pasang
ü  Tempat baju kotor
ü  Kotak sampah medis dan non medis
ü  Larutan klorin 0,5 %
ü  Air DTT
ü  Obat-obatan (oksitosin)
ü Spuit









3.4.      Variabel dan Definisi Oprasional
Variabel
Definisi
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur
Skala
Persalinan  Multigravida
Seorang wanita yang telah melahirkan lebih dari 1 kali
Observasi dengan menggunakan Quisioner
Quisioner   

1. Resti
2. Tidak resti
Ratio
Oksitosin intramusculer
Obat yang di gunakan untuk memperkuat kontraksi uterus di berikan melalui intramusculer
Observasi dengan menggunakan Quisioner  
1.   Spuit
2.   Obat–obatan
esensial
1.   Ada kontraksi
2.    Tidak ada kontraksi
Ordinal
 Frekuensi His
Jumlah his dalam waktu tertentu
Observasi
Quisioner
1.    Kurang (< 20 detik)
2.    Sedang (20-40 detik)
3.    .Bagus (> 40 detik)
Ordinal

Durasi his
Durasi his adalah lamanya his berlangsung di ukur
dengan detik
observasi
 Quisioner
1.       Lambat <20 detik
2.       Sedang 20 – 40 detik
3.       Kuat < 40 detik
Ordinal

Lama persalinan
Proses kelahiran bayi melalui jalan lahir
Observasi
Quisioner
1. Cepat
2.  Lama
Ordinal




1.5. Cara Penelitian    
















 




















3.5.       Tempat dan Waktu
3.6.1. Tempat
          Penelitian dilaksanakan di Rumah Bersalin UMMI Plaju Banten 6 Palembang.
3.6.2  Waktu
Penelitian telah di laksanakan pada bulan Januari  sampai Maret 2012.
3.6.             Tehnik Pengumpulan Data
1.  Mengetahui gambaran frekuensi dan durasi his pada ibu hamil multigravida dengan  pemberian oksitosin Intramusculer . Peneliti melakukan pencatatan his yang terjadi, yaitu dalam 10 menit setiap 30 menit sampai his berakhir dan ibu segera melahirkan. Data his diperoleh tadi kemudian akan disajikan dalam bentuk grafik peningkatan his.
2.     Mengetahui gambaran frekuensi his dan durasi his pada ibu hamil multigravida dengan   pemberian oksitosin Intramusculer, peneliti melakukan pencatatan his yang terjadi, yaitu dalam 10 menit setiap 30 menit sampai his berakhir dan ibu segera melahirkan. Data his yang diperoleh tadi kemudian akan disajikan dalam bentuk peningkatan his.
3.   Mengetahui gambaran rata-rata frekuensi dan durasi pada ibu hamil multigravida dengan pemberian oksitosin Intramusculer, peneliti melakukan penjumlahan dari seluruh his yang terjadi, yaitu dalam 10 menit setiap 30 menit sampai his berakhir dan ibu segera melahirkan. Data his yang diperoleh tadi kemudian akan disajikan dalam bentuk grafik peningkatan his.
4.    Mengetahui gambaran rata-rata lama his sebelum proses persalinan pada ibu hamil multigravida dengan pemberian oksitosin Intramusculer, peneliti melakukan penjumlahan dari seluruh jumlah his yang terjadi, yaitu dalam 10 menit setiap 30 menit sampai his berakhir dan ibu segera melahirkan. Data his yang diperoleh tadi kemudian kan di sajikan dalam bentuk grafik peningkatan his.